Krens Lotim. Lingkungan keluarga menjadi faktor penting dalam  menanamkan pendidikan karakter anak, di luar faktor pendidikan di  sekolah serta lingkungan sosial. Lingkungan keluarga ini, bisa dimulai  dari situasi dalam keluarga dan pola pendidikan yang dilakukan. 
Jika pola pendidikan karakter di tengah keluarga sudah terbangun  dengan baik, dengan sendirinya anak akan lebih mudah untuk menerima  pendidikan karakter di sekolah. Demikian pula saat anak harus  bersinggungan dengan lingkungan sosial.
"Sebab persoalan yang sekarang jamak terjadi saat ini banyak orang  tiua yang stres dan depresi akibat persoalan hidup yang kompleks. Pada  situasi ini bagaimana mungkin orang tua mampu memberikan pendidikan  karakter yang dibutuhkan," ujar praktisi Soul Healer dan pendidikan  karakter, Irma Rahayu dalam diskusi 'Karakter dan Jatidiri Bangsa dalam  Pembangunan Kebudayaan', yang digelar Kelompok Diskusi (Poksi) Komisi X  FPKS DPR RI, Rabu (15/2).
Irma mengatakan, untuk menanamkan pendidikan karakter yang baik dari  keluarga perlu dilihat dulu kondisi orang tua. Yang paling penting  menurutnya, membuang depresi kedua orang tua di tengah persoalan hidup  yang kian kompleks.
Sayangnya, kata Irma, yang terjadi sekarang ini orang tua sering  mengabaikan dan menyerahkan pendidikan karakter anak kepada sekolah.  Persoalan baru pun muncul saat para pengajar (guru) yang harusnya bisa  memberikan pendidikan karakter ini juga sudah membawa stres dari  rumahnya.
Ditambah dengan lingkungan sosial si anak yang kurang mendukung,  jadilah masalah pendidikan karakter ini mandeg. "Kalau sudah kompleks  tidak ada yang mau disalahkan dalam kegagalan menanamkan pendidikan  karakter ini," tambahnya.
Anggota Komisi X, Soenmandjaja Roekmandis menambahkan, kegagalan  keluarga dalam menanamkan pendidikan karakter memang bisa dimulai dari  hal yang kecil di tengah keluarga.
Ia mencontohkan, bagaimana orang tua menyuruh anak rajin ke masjid  tetapi orang tuanya sendiri juga jarang melakukannya. "Atau orang tua  yang memperingatkan anaknya untuk tidak merokok tapi dilakukan orang tua  sambil merokok," ungkap Roekamndis.
Secara luas, anggota Badan Legislasi DPR RI ini menyampaikan, orang  tua, keluarga, guru, lingkungan pendidikan dan masyarakat merupakan cita  idealisme anak. Oleh anak mereka dijadikan sosok atau figur ideal  selama dalam proses identifikasi, asimilasi dan sublimasi.
Manakala 'figur' anak itu menampakkan sesuatu yang mendatangkan  kekecewaan, maka anak- anak --pemuja-- itu akan mengalami split  personality. "Dalam situasi ini pendidikan karakter sesuai apa yang  diinginkan akan sulit dibangun," tegasnya.
Republika.com (MA) 








