Fakta Kejahatan Dibalik Pembunuhan Nasrudin
Krens Lotim. Kasus Antasari Azhar  disebut-sebut merupakan bagian dari sebuah SKENARIO pembenaman sebuah  kasus yang melibatkan pejabat tinggi Negara dan konglomerat hitam.  Antasari Azhar dikenal cukup berani dalam melawan korupsi, sudah begitu  banyak orang yang dipenjarakan sejak Antasari Azhar menjabat sebagai  Ketua KPK, tak terkecuali ‘Aulia Pohan’ besan Presiden pun ia jebloskan  ke penjara. 
Antasari dituding sebagai otak  pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Setelah melalui proses hukum, Pengadilan  Negeri Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis 18 tahun penjara terhadap  Antasari. Dalam perjalanan kasusnya,  banyak sekali  kejanggalan-kejanggaln yang kita lihat mulai dari proses penyidikan  sampai pada putusan. Meski perkara kasasi Antasari Azhar sudah divonis,  namun kasus hukum yang penuh dengan nuansa politik ini terus bergulir  dan semakin membesar bagaikan bola salju. Pertanyaannya, Benarkah  Antasari Azhar terlibat kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen ? 
Baiklah, mari kita mulai dengan membaca terlebih dulu kutipan artikel yang ditulis oleh seorang yang mengaku bernama Rina Dewreight  pada tanggal 12 November 2009, melalui situsnya. Artikel ini sempat  ramai dibicarakan dan dianggap FITNAH, sebab penulis tidak menampakkan  jati dirinya. Walaupun demikian, isi tulisannya cukup mengarah tajam.  Jika kita ikuti perkembangan terakhir kasus Antasar Azhar dari berbagai  media online maupun cetak, artikel Rina Dewreight  menjadi informasi penting yang tidak bisa kita abaikan begitu saja dan  bisa jadi BENAR.  Sebagai bahan pertimbangan, tidak ada salahnya kita  baca kembali…..   Berikut artikelnya:
Fakta di Balik Kriminalisasi KPK, dan Keterlibatan SBY
Apa yang terjadi selama ini sebetulnya  bukanlah kasus yang sebenarnya, tetapi hanya sebuah ujung dari  konspirasi besar yang memang bertujuan mengkriminalisasi institusi KPK.  Dengan cara terlebih dahulu mengkriminalisasi pimpinan, kemudian  menggantinya sesuai dengan orang-orang yang sudah dipilih oleh “sang  sutradara”, akibatnya, meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap  akan dimandulkan.
Agar Anda semua bisa melihat persoalan  ini lebih jernih, mari kita telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar.  Sebagai pimpinan KPK yang baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan  Antasari memang luar biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun  dibabat, termasuk besan Presiden SBY.
Antasari yang disebut-sebut sebagai  orangnya Megawati (PDIP), ini tidak pandang bulu karena siapapun yang  terkait korupsi langsung disikat. Bahkan, beberapa konglomerat hitam —  yang kasusnya masih menggantung pada era sebelum era Antasari, sudah  masuk dalam agenda pemeriksaaanya.
Tindakan Antasari yang hajar kanan-kiri,  dinilai Jaksa Agung Hendarman sebagai bentuk balasan dari sikap  Kejaksaan Agung yang tebang pilih, dimana waktu Hendraman jadi  Jampindsus, dialah yang paling rajin menangkapi Kepala Daerah dari  Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP,  dan orang-orang yang dianggap orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka  Hendarman pun dihadiahi jabatan sebagai Jaksa Agung.
Setelah menjadi Jaksa Agung, Hendarman  makin resah, karena waktu itu banyak pihak termasuk DPR menghendaki agar  kasus BLBI yang melibatkan banyak konglomerat hitam dan kasusnya masih  terkatung –katung di Kejaksaan dan Kepolisian untuk dilimpahkan atau  diambilalih KPK. Tentu saja hal ini sangat tidak diterima kalangan  kejaksaan, dan Bareskrim, karena selama ini para pengusaha ini adalah  tambang duit dari para aparat Kejaksaan dan Kepolisian, khususnya  Bareskrim. Sekedar diketahui Bareskrim adalah supplier keungan untuk  Kapolri dan jajaran perwira polisi lainnya.
Sikap Antasari yang berani menahan besan  SBY, sebetulnya membuat SBY sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia  harus menahan diri, karena dia harus menjaga citra, apalagi moment  penahanan besannya mendekati Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi.  SBY juga dinasehati oleh orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya  dapat dipakai untuk bahan kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu  dalam memberantas korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu  menantunya Anisa Pohan, suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Dendam SBY yang membara inilah yang  dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung untuk mendekati SBY, dan  menyusun rencana untuk “melenyapkan” Antasari. Tak hanya itu, Jaksa  Agung dan Kapolri juga membawa konglomerat hitam pengemplang BLBI  [seperti Syamsul Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong, dan  lain-lainnya), dan konglomerat yang tersandung kasus lainnya seperti  James Riyadi (kasus penyuapan yang melibatkan salah satu putra mahkota  Lippo, Billy Sindoro terhadap oknun KPPU dalam masalah Lipo-enet/Astro,  dimana waktu itu Billy langsung ditangkap KPK dan ditahan), Harry Tanoe  (kasus NCD Bodong dan Sisminbakum yang selama masih mengantung di KPK),  Tommy Winata (kasus perusahaan ikan di Kendari, Tommy baru sekali  diperiksa KPK), Sukanto Tanoto (penggelapan pajak Asian Agri), dan  beberapa konglomerat lainnya].
Para konglomerat hitam itu berjanji akan  membiayai pemilu SBY, namun mereka minta agar kasus BLBI , dan  kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK. Jalur pintas yang mereka tempuh  untuk “menghabisi Antasari “ adalah lewat media. Waktu itu sekitar  bulan Februari- Maret 2008 semua wartawan Kepolisian dan juga Kejaksaan  (sebagian besar adalah wartawan brodex – wartawan yang juga doyan suap)  diajak rapat di Hotel Bellagio Kuningan. Ada dana yang sangat besar  untuk membayar media, di mana tugas media mencari sekecil apapun  kesalahan Antasari. Intinya media harus mengkriminalisasi Antasari,  sehingga ada alasan menggusur Antasari.
Nyatanya, tidak semua wartawan itu  “hitam”, namun ada juga wartawan yang masih putih, sehingga gerakan  mengkriminalisaai Antasari lewat media tidak berhasil.
Antasari sendiri bukan tidak tahu  gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri dan Jaksa Agung yang di back up  SBY untuk menjatuhkannya. Antasari bukannya malah nurut atau takut,  justeru malah menjadi-jadi dan terkesan melawan SBY. Misalnya Antasari  yang mengetahui Bank Century telah dijadikan “alat” untuk mengeluarkan  duit negara untuk membiayai kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar  skandal bank itu. Antasari sangat tahu siapa saja operator –operator  Century, dimana Sri Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari  kas negara, kemudian Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra  Sanpurna) bertindak sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan  dana di Century, sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang  digunakan untuk biaya kampanye SBY.
Tentu saja, dana tersebut dijalankan oleh  Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Paratai Demokrat,  dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto (Menkolhukam) yang  waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY. Modus penggerogotan duit Negara  ini biar rapi maka harus melibatkan orang bank (agar terkesan Bank  Century diselamatkan pemerintah), maka ditugaskan lah Agus Martowardoyo  (Dirut Bank Mandiri), yang kabarnya (saat itu) akan dijadikan Gubernur  BI ini. Agus Marto lalu menyuruh Sumaryono (pejabat Bank Mandiri yang  terkenal lici dan korup) untuk memimpin Bank Century saat pemerintah  mulai mengalirkan duit 6,7 T ke Bank Century.
Antasari bukan hanya akan membongkar  Century, tetapi dia juga mengancam akan membongkar proyek IT di KPU,  dimana dalam tendernya dimenangkan oleh perusahaannya Hartati Murdaya  (Bendahara Demokrat). Antasari sudah menjadi bola liar, ia  membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga Kepolisian, Kejaksaan, dan para  konglomerat , serta para innercycle SBY. Akhirnya Kapolri dan  Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para intel akhirnya  diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan menjerat  Antasari.
Orang pertama yang digunakan adalah  Nasrudin Zulkarnaen. Nasrudin memang cukup dekat Antasari sejak Antasari  menjadi Kajari, dan Nasrudin masih menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini  memang dikenal sebagai Markus (Makelar Kasus). Dan ketika  Antasari menjadi Ketua KPK, Nasrudin melaporkan kalau ada korupsi di  tubuh PT Rajawali Nusantara Indonesia (induk Rajawali Putra Banjaran).  Antasari minta data-data tersebut, Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan  catatan Antasari harus menjerat seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan  merekomendasarkan ke Menteri BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT  RNI, begitu jajaran direksi PT RNI ditangkap KPK.
Antasari tadinya menyanggupi transaksi  ini, namun data yang diberikan Nasrudin ternyata tidak cukup bukti untuk  menyeret direksi RNI, sehingga Antasari belum bisa memenuhi permintaan  Nasrudin. Seorang intel polsi yang mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya  mengajak Nasrudin untuk bergabung untuk melindas Antasari. Dengan  iming-iming, jasanya akan dilaporkan ke Presiden SBY dan akan diberi  uang yang banyak, maka skenario pun disusun, dimana Nasrudin disuruh  mengumpan Rani Yulianti untuk menjebak Antasari.
Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan  Kejaksaan, yang diikuti Kabareskrim. melihat kalau skenario menurunkan  Antasari hanya dengan umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti  Antasari sangat lemah. Oleh karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan  Nasrudin, dimana dibuat skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar  lebih sempurna, maka dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono.  Mengapa polisi dan kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin,  Sigit adalah kawan Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh  Antasari dalam kasus penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp  400 miliar.
Sigit yang pernah menjadi staf ahli di  Depsos ini ternyata menggelapakan dana bantuan tsunami sebesar Rp 400  miliar. Sebagai teman, Antasari, mengingatkan agar Sigit lebih baik  mengaku, sehingga tidak harus “dipaksa KPK”. Nah Sigit yang juga punya  hubungan dekat dengan Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan  Antasari. Di situlah kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit  dengan meminta untuk memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol  seputar tekana-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang  berkait dengan “terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri  ketiga Nasrudin.
Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak  pernah menyangka, bahwa akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban,  untuk melengserkan Antasari selama-laamnya dari KPK. Dan  akhirnya disusun skenario yang sekarang seperti diajukan polisi dalam  BAP-nya. Kalau mau jujur, eksekutor Nasrudin buknalah tiga orang yangs  sekarang ditahan polisi, tetapi seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.
Bibit dan Chandra. Lalu bagaimana dengan  Bibit dan Chandra? Kepolisian dan Kejaksaan berpikir dengan dibuinya  Antasari, maka KPK akan melemah. Dalam kenyataannya, tidak demikian.  Bibit dan Chandra, termasuk yang rajin meneruskan pekerjaan Antasari.  Seminggu sebelum Antasari ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar  apabila terjadi apa-apa pada dirinya, maka penelusuran Bank Century dan  IT KPU harus diteruskan… Selengkapnya
Beberapa Himpunan Berita Terkait Kasus Antasari Azhar
Fakta-Fakta Kejanggalan Kasus Antasari
11 Februari 2009, mantan Ketua KPK  Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan  Negeri Jakarta Selatan. Vonis ini jauh lebih ringan dari hukuman mati  yang sebelumnya dituntutkan kepada AA oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). AA  didakwa melakukan pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 55 ayat  (1) ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP pasal 340 dengan ancaman  hukuman maksimal hukuman mati.
Majelis hakim menyebutkan Sigit Haryo  Wibisono dan Kombes Pol Chaerul Anwar (Kapolres Jakarta Selatan) bertemu  dengan Antasari Azhar di Jalan Pati Unus, Jakarta Selatan pada awal  Januari 2009. Dalam pertemuan itu, Antasari meminta untuk mendeteksi  siapa yang telah meneror dirinya itu.  Di tempat yang sama pula, Sigit  Hermawan Lo memperkenalkan dengan Kombes Pol Wiliardi Wizard (terdakwa  lainnya) serta Antasari menyatakan dirinya sering mendapat teror.
Kemudian Williardi Wizard menyatakan siap  untuk membantu mencari pelaku teror itu. Williardi meminta Jerry  Hermawan Lo (terdakwa lainnya) untuk dipertemukan dengan Edo  (eksekutor).  Williardi meminta uang kepada Sigit untuk mendapatkan uang  operasional dalam mencari pelaku teror. Sampai disini, tidak ada  perintah sama sekali dari Antasari untuk membunuh orang yang menerornya  (Nasruddin).
Dan selama ini, JPU, Rani Juliani atau  keluarga korban meyakini Antasari Azhar sebagai pembunuh Nasruddin atas  dasar bahwa pernah ada sms ancaman dari Antasari. Namun,  sampai saat ini, JPU tidak bisa membuktikan secara faktual bukti sms  ancaman tersebut. Dan lebih terkejut  lagi, Kombes Pol Wiliardi Wizar  dalam persidangan mengakui adanya rekayasa kasus Antasari Azhar dari  petinggi Polri.
Lebih jauh lagi, Komjen Susno Duadji  dalam persidanganpun mengungkapkan bahwa sebagai Kabareskrim dirinya tak  dilibatkan dalam tim yang menangani kasus Antasari. Kasus  pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen ditangani oleh Wakabareskrim Irjen  Hadiatmoko,  yang langsung langsung bertanggungjawab di bawah Kapolri  Bambang Hendarso Danuri (BHD). Dalam testimoninya mengenai kriminalisasi  Bibit dan Chandra, SD blak-blakan mengatakan bahwa Kapolri melalui  Wakabereskrim IRJEN POL Drs. Hadiatmoko secara tidak langsung melakukan  kriminalisasi terhadap pimpinan KPK atas kasus Antasari Azhar. Kesalahan  ini berawal ketika Kapolri “mencari muka” kepada Presiden SBY untuk  mencari motif pembunuhan Nasruddin. Setelah beberapa bulan  kemudian kelima Tim tersebut bekerja tidak menemukan bukti untuk  mengungkap motif pembunuhan Nasruddin, namun Kapolri sudah terlanjur  melaporkan kepada Presiden tentang adanya kejahatan suap yang melibatkan  Pimpinan KPK sebagai motif terjadinya pembunuhan NASRUDIN.
Fakta-Fakta Kejanggalan
- 1. Rani Juliani Diantar Oleh Nasruddin Zulkarnaen dan Rekaman Pertemuan 803: Rani Juliani menemui Antasari Azhar di kamar 803 Hotel Grand Mahakam Jakarta pada Mei 2008. Pertemuan Rani dengan Antasari seizin Nasrudin dan bahkan diantar sampai lobby hotel. Anehnya, sekitar 10 menit, Nasrudin menyeruak masuk kamar 803, memarahi Antasari, dan menampar Rani sampai menangis. Mengapa Nasrudin mengantar Rani ke hotel lalu merekam pembicaraan antara istrinya dengan Antasari? Mengapa Nasrudin saat itu terkejut ketika melihat Rani bersama Antasari di dalam kamar?
 
Lebih lanjut, dalam rekaman tampak sekali  Rani Juliani begitu aktif berbicara alias posessif ketimbang AA. Begitu  juga tidak ada intonasi kekerasan yang terjadi dalam rekaman tersebut.  Benarkah terjadi tindakan asusila jika pintu kamar hotel tidak dikunci  (dan bahkan terbuka)?
- 2. Pertemuan dan Rekaman Sigid HW – AA: Dalam pertemuan Antasari dengan terdakwa lain Sigid Haryo Wibisono di rumah Sigid di Jl Pati Unus, Jakarta Selatan, Sigid HW merekam pembicaraan. Sama dengan kejanggalan sebelumnya, untuk apa Sigid sengaja merekam pembicaraannya dengan Antasari? Untuk apa pula merekam pembicaran dan gambar di rumah Sigid? Bukankah ini sebuah jebakan?
 
- 3. Rekayasa SMS Ancaman Seolah-Olah dari Antasari: Jika dua fakta diatas lebih didasari oleh analisis logik, maka fakta ketiga merupakan fakta yang sangat kuat menunjukkan adanya rekayasa menjatuhkan Antasari Azhar. Adalah Agung Harsoyo, Pakar Teknologi Informasi ITB yang membeberkan rekayasa sms ancaman Nasruddin yang seolah-olah berasal dari ponsel Antasari Azhar.
 
Pengakuan Saksi Ahli dalam Persidangan Kasus Antasari
Biografi Singkat Dr. Ir. Agung Harsoyo M.Sc, M.Eng
Kepala Laboratorium Sistem Kendali dan Komputer, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB. Pendidikan Doktor ditempuh di Université de Bretagne Sud, France (2003), M.Sc. dan M.Eng. di Ecole Nationale Supérieure des Télécommunications de Bretagne, France (1996), serta Sarjana di Teknik Elektro ITB (1993). Saat ini menjadi Partner di Transforma Institute.Spesialisasi di bidang IT Master Plan/Blue Print, Disaster Recovery Planning, Integration System, Data warehousing, IT Security, IT Governance, Telekom Seluler.
Pak Agung Harsoyo merupakan seorang dosen  dan akademisi yang kredibel dan kepiawaiannya tidak perlu diragu lagi  di Teknik Elektro ITB. Pada 17 Desember 2009, Pak Agung Harsoyo menjadi  saksi ahli dalam persidangan kasus Antasari Azhar di PN Jakarta Selatan.  Kala itu, dia memastikan ponsel mantan ketua KPK tersebut tidak pernah  mengirimkan SMS ancaman kepada Nasrudin Zulkarnaen sebelum terbunuh.  Padahal, jaksa mendakwa Antasari mengancam melalui pesan singkat  tersebut.
Berikut, kutipan penjelasan Dr Ir Agung Agung Harsoyo M.Sc, M.Eng yang ditulis di harian Jawa Pos.
MERAYU Dr Ir Agung Harsoyo MSc M.eng  untuk berbicara di luar pengadilan perlu proses lama. Doktor bidang  optical and electromagnetic dari Université de Bretagne Sud, Prancis,  itu tak ingin dikesankan membela salah satu pihak. ”Saya ini orang  kampus. Jadi bicara keilmuan murni. Saya tak mau ikut campur dalam  proses hukumnya,” kata Agung saat ditemui Jawa Pos di ruang kerjanya di  Departemen Elektro ITB, Bandung, (22/01).
Pria asal Jogjakarta itu baru saja  selesai menguji skripsi mahasiswanya. Ruang kerja Agung sederhana,  ukurannya hanya 3 x 4 meter ,lengkap dengan komputer dan rak buku.  ”Banyak (media) yang meminta saya bicara. Tapi, kalau saya yakin dan  tidak percaya benar, saya tidak mau,” kata Agung.
Doktor muda (41 tahun) itu memang  dihadirkan oleh kubu Antasari Azhar sebagai saksi ahli dalam  persidangan. Hal itu terkait dakwaan jaksa yang menyebutkan bahwa  Antasari mengirimkan pesan singkat kepada Nasrudin pada Februari 2009.  Menurut jaksa, bunyinya, ”Maaf, Mas. Masalah ini hanya kita yang tahu.  Kalau sampai ter-blow up, tahu sendiri konsekuensinya. Hal itu yang  menjadi latar dakwaan bahwa Antasari punya motif menghabisi nyawa  Nasrudin.
Sebelum membahas dugaan SMS Antasari itu,  Agung meminta Jawa Pos memahami alur kerja telepon seluler. Dia lantas  menghidupkan komputer dan mengambil sebuah kertas kosong. ”Ada beberapa  layanan dalam handphone (HP), bisa voice mail, SMS, e-mail juga bisa,”  katanya sembari menggambar grafik di kertas.
Untuk SMS, alurnya dari HP si A ke  operator A, lalu masuk ke MSC operator B, baru dikirim ke HP B. ”Jadi,  misalnya, si A pakai Indosat akan kirim SMS ke B yang pakai Telkomsel,  SMS A itu akan masuk ke MSC Telkomsel, baru dikirim ke HP B,” katanya.  MSC adalah singkatan dari mobile switching gateway. Semua aktivitas itu,  kata Agung, tercatat pada call detail record (CDR) di setiap operator.  ”Aktivitas apa pun akan direkam, baik itu SMS, miss call, atau telepon,”  katanya.
Selain itu, isi atau konten SMS akan  disimpan oleh operator dalam file terpisah dengan CDR. ”Jadi, bedakan  antara aktivitas dan isi. Khusus untuk isinya, itu bisa di-recover atau  bisa dilihat ulang sepanjang datanya belum tertimpa data baru,” katanya.
Tapi, lanjut dia, mengirim SMS tidak  hanya menggunakan prosedur biasa. Menurut Agung, terdapat enam  kemungkinan pengiriman SMS dengan nomor tertentu. Pertama, memang SMS tersebut dikirim oleh nomor yang jelas diketahui. Kedua, mengirimkan kepada diri sendiri. Ketiga, SMS dikirim oleh server yang terhubung dengan SMS center. Keempat, dengan menggunakan BTS palsu yang telah menyadap nomor pengirim ketika tidak aktif. Kelima, mengkloning SIM pengirim, kemudian mengirimkan SMS ketika nomor yang dikloning itu tidak aktif. Keenam,  SMS dikirim oleh oknum operator telepon selular. ”Kalau pakai website,  nomor pengirim bisa diisi siapa saja, tinggal dimasukkan terserah,”  katanya. Alur dari website langsung masuk ke operator B dan dilanjutkan  ke HP B. Setelah menjelaskan alur, Agung memaparkan soal base  transmitter stations atau BTS. ”Ponsel kita ini dipegang oleh BTS. Ada  tiga sektor  yang setiap sektornya 120 derajat. Jadi, totalnya melingkar  360 derajat,” ujarnya. Nah, apa pun aktivitas ponsel akan diketahui  BTS-nya. “Ini bisa juga dilacak, namanya cell id,” katanya.
Agung menjelaskan, khusus untuk CDR, ada  dua jenis. Yakni, roll CDR yang mencatat aktivitas nomor yang tidak akan  terhapus selamanya. Yang kedua, billing CDR yang dihapus tiga bulan  sekali. ”Fungsi billing CDR itu menagih dana. Jadi, data itu nanti  dicocokkan antaroperator. Karena hubungannya dengan uang, CDR akan  sangat dijaga dengan baik oleh operator,” katanya.
Nah, bagaimana dengan ponsel Antasari?  Agung menegaskan tidak ada. ”Saya disumpah di pengadilan untuk berbicara  jujur. Maka, sesuai dengan keilmuan saya, itu tidak ada. Di CDR saja  tidak ada, apalagi isinya,” katanya.
Bagaimana jika Antasari menghapus?  Menurut Agung, kalau itu dilakukan, jejaknya pasti akan terlacak di  operator. ”Hebat sekali bisa meminta CDR orang lain tanpa perintah  pengadilan, kok sakti sekali,” ucapnya.
Sebab, jika ada, Antasari tidak cukup  menghapus CDR atau aktivitas ponselnya. Namun, dia juga harus menghapus  CDR milik Nasrudin Zulkarnaen. ”Berarti punya kekuasaan yang besar  sekali,” tuturnya.
Agung mendapatkan hard copy catatan CDR  dan aktivitas ponsel Antasari dan Nasrudin beratus-ratus halaman. ”Saya  tiga hari memeriksa itu, sampai tidak tidur,” katanya.
CDR adalah data yang sangat lengkap.  Yakni, meliputi waktu, posisi BTS, dan sebagainya. ”Tidak ada catatan  aktivitas dari enam nomor ponsel Pak Antasari pada Februari 2009 kepada  Nasrudin,” katanya. Pada telepon Nasrudin memang ada pesan singkat yang  tercatat dari nomor ponsel Antasari. Pesan singkat itu diterima pada 30  Desember 2008 pukul 10.38 WIB. ”Isinya, langsung ke lantai 3,” kata  Agung. Pesan singkat yang lain diterima pada Maret 2009.
Hasil bergadang tiga hari itu, Agung  menemukan banyak fakta penting. Di antaranya, selama periode  Februari-Maret 2009, tidak terdapat SMS yang dikirim dari keenam nomor  HP milik Antasari kepada Nasrudin. Pada Februari 2009, nomor HP Antasari  0812050455 mencatat empat SMS dari nomor HP Nasruddin 0811978245, tapi  tidak ada catatan adanya SMS balasan dari Antasari.
Pada Februari 2009, nomor HP Antasari  08889908899 tercatat menerima panggilan percakapan dari Saudara Nasrudin  dengan durasi percakapan sembilan menit. Nasruddin mendapat 205 SMS  incoming yang tidak tercatat nomor pengirim. Upaya yang dilakukan Agung  untuk mendapatkan konfirmasi dari petugas operator mendapatkan jawaban  yang tidak cukup untuk menjelaskan hal tersebut.
Menurut operator data, yang diberikan ke  penyidik adalah roll CDR, yaitu sembilan CDR yang paling bawah. Tercatat  35 SMS incoming ke nomor Antasari 08121050455 dengan nomor pengirim  yang tidak teridentifikasi pula. Seluruh SMS tersebut diperkirakan  dikirim melalui web server. Selama Februari-Maret 2009, nomor telepon  Antasari 08121050455 tidak sekali pun memiliki catatan yang digunakan  untuk mengirim SMS atau untuk percakapan baik kepada Nasrudin maupun  Sigid Haryo Wibisono (terdakwa kasus serupa).
Selama Februari-Maret, nomor HP Antasari  08881700466 tidak sekali pun memiliki catatan yang digunakan untuk  mengirimkan SMS atau percakapan kepada Nasruddin. Tetapi, pernah  tercatat menerima dua SMS incoming dari Saudara Sigid melalui nomor  088801005250 dan 08889969688.
Selama Februari-Maret 2009, nomor HP  antasari 08889969688 tidak sekali pun memiliki catatan yang digunakan  untuk mengirimkan SMS atau percakapan, baik kepada Nasruddin maupun  Sigid. Selama Februari-Maret 2009, nomor HP Antasari 08889908899 tidak  sekali pun memiliki catatan digunakan untuk mengirimkan SMS atau  percakapan, baik kepada Nasruddin maupun Sigid.
Selama rentang waktu itu, nomor HP  Antasari 08889501677 tidak sekali pun mengirimkan SMS atau percakapan  kepada Nasrudin dan Sigid. Selama Februari-Maret 2009, nomor HP Antasari  088801005252 memiliki catatan digunakan untuk mengirimkan SMS kepada  Sigid, sebanyak 33 kali SMS out going.
Tidak ditemukan juga catatan yang  menunjukkan Nasrudin melakukan komunikasi, baik SMS maupun percakapan  dengan Sigid. Dan, selama Februari-Maret 2009 tercatat beberapa kali  pengiriman SMS kepada pemilik yang sama, yakni HP milik Antasari  sebanyak sekali dan HP milik Sigid lima kali.
”Tugas saya melaporkan fakta siapa pun  yang menganalisis hasilnya akan sama. Nek ana, ya ana. Nek ora, ya ora  (Kalau memang ada, ya pasti ada. Kalau tak ada, ya memang tidak ada).  Kalau ada, pasti jejaknya terendus di CDR,” ungkapnya.
Karena yakin benar, Agung mempersilakan  orang lain juga menguji CDR itu. “Ayo, tunjukkan kalau benar-benar ada,”  katanya. Bahkan, kata Agung, untuk melacak data itu tak harus doktor.  ”Mahasiswa saya saja sudah bisa,” katanya.
Apakah mungkin ada rekayasa? ”Wah, saya  tidak mau bilang itu. Memang bisa saja lewat website yang paling  mungkin,” ujarnya. Saat menjadi saksi di sidang, Agung memang pernah  memeragakan kemampuan mengirimkan SMS tanpa sepengetahuan orang lain.  Agung mengatakan tidak punya beban menjadi saksi ahli Antasari. ”Kalau  masalah vonis atau hukuman, itu jauh di luar kapasitas saya. Biarlah  hakim yang memutuskan, tentunya dengan seadil-adilnya,” katanya.
Bukti Penting dalam Persidangan Antasari Diabaikan
Pengacara  Antasari Azhar menyambut positif kesimpulan Komisi Yudisial (KY) atas  penanganan perkara kliennya dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra  Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Meski terlambat, pengacara  berharap KY bisa mengungkap kejanggalan dalam penanganan perkara  tersebut.Salah satu masalah yang terus diminta Antasari dan tim pengacara adalah menunjukkan baju almarhum Nasrudin dalam persidangan. “Berkali-kali kami minta baju korban karena ini sangat penting. Tapi tidak pernah dihadirkan jaksa penuntut umum,” kata Juniver Girsang selaku pengacara Antasari Azhar, Rabu 13 April 2011.
Baju ini, kata dia, bisa menunjukkan  apakah peluru yang membunuh Nasrudin berasal dari senjata yang selama  ini disita kepolisian atau bukan. Sebab, lanjut Juniver, hakim  pun tidak memasukkan pertimbangan ahli forensik Munim Idris yang  menyebutkan bahwa peluru yang bersarang di tubuh korban berbeda dengan  senjata yang disita polisi. “Jika hal-hal ini dipertimbangkan, 100 persen kami yakin Antasari pasti bebas,” kata Juniver.
Dalam sidang, menurutnya, jaksa juga  tidak bisa membuktikan apakah pesan layanan singkat (SMS) kepada korban  memang berasal dari Antasari. “Dalam persidangan bisa dibuktikan kalau Antasari tidak pernah mengirim SMS,”  kata dia. Hal ini, kata dia, dibenarkan ahli IT dari Institut Teknologi  Bandung (ITB) yang menyebutkan nomor telepon genggam Antasari tidak  pernah mengirim SMS seperti yang jaksa tuduhkan. “Walaupun telat,  mudah-mudahan KY bisa mengungkap kenapa pertimbangan itu tidak  dimasukkan.” Tim pengacara, kata dia, sudah menerima undangan KY untuk  datang ke kantor KY.
Sebelumnya, KY menemukan indikasi  pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang menangani perkara  pembunuhan berencana dengan terpidana Antasari Azhar, mantan Ketua  Komisi Pemberantasan Korupsi. KY menduga majelis hakim tingkat pertama  hingga kasasi telah mengabaikan bukti penting.
Meski perkara Kasasi Antasari  Azhar sudah diputus Mahkamah Agung, namun kasus hukum yang penuh dengan  nuansa politik ini terus bergulir dan semakin membesar bagaikan bola  salju. Dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung, yang terdiri dari Hakim  Agung Dr Artidjo Alkostar SH LLM (Ketua Majelis), Moegihardjo SH dan  Prof Dr Surya Jaya SH MH (Anggota Majelis), menghukum Antasari dengan  hukuman 18 tahun penjara. Meskipun putusan tidak diambil secara bulat,  karena Hakim Agung Prof Dr Surya Jaya SH MH menyatakan pendapat berbeda  (dissenting opinion). Sebab menurut pendapatnya, Antasari Azhar wajib  diputus bebas dari segala dakwaan.
Berikut ini wawancara dengan anggota tim  pengacara Antasari Azhar, Dr Maqdir Ismail SH., LLM, seputar kasus  mantan Ketua KPK yang sekarang semakin terang benderang setelah  ditemukan bukti-bukti baru yang menyatakan sesungguhnya Antasari menjadi  korban kekuasaan.
Bagaimana perkembangan kasus Antasari Azhar ?
Bau bangkai kalau disimpan  serapat apapun pasti akan tercium. Kejanggalannya sudah banyak, seperti  peran Rani Juliani yang diberi perlindungan berlebihan oleh penyidik.  Menurut pengakuan Rani sendiri, sejak dijadikan saksi pada 15 Maret  sampai Desember 2009 ketika sidang pengadilan dimulai, dia selalu  dibawah penjagaan polisi dengan tinggal di apartemen. Ini  kontradiktif sekali dengan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo, orang  yang didakwa sebagai pembunuh Antasari. Menurut Edo, dirinya  diperlakukan dengan kekerasan bahkan sampai disetrum, berbeda dengan  Rani yang diperiksa di hotel, apartemen dan restoran. Perlakuan terhadap  tersangka sekalipun sebelum terbukti bersalah belum boleh dianggap  bersalah. Tetapi terbukti tersangka Edo tetap diperlakukan tidak patut  untuk mengejar pengakuan, seperti diceritakan Edo sendiri.
Apa saja kejanggalan-kejanggalan dalam kasus Antasari ?
Pertama, berhubungan  dengan penyitaan anak peluru dan celana jeans almarhum Nasrudin  Zulkarnaen tanpa menyita baju korban. Dan pemeriksaan forensik hanya  terhadap anak peluru, tetapi tidak ada pemeriksaan terhadap mobil  korban.
Kedua, tentang luka  tembak. Menurut Visum “…peluru pertama masuk dari arah belakang sisi  kepala sebelah kiri dan peluru yang kedua masuk dari arah depan sisi  kepala sebelah kiri. Diameter kedua anak peluru tersebut 9 (sembilan)  milimeter dengan ulir ke kanan”. Hal ini menjadi ganjil kalau  dihubungkan dengan fakta bahwa bekas peluru ada pada kaca segita mobil  almarhum yang hampir sejajar dan tidak ada bekas peluru yang dari  belakang. Dalam kesaksian Suparmin (sopir), almarhum roboh ke kanan.
Ketiga, tentang sejata  api barang bukti. Keterangan Dr Abdul Mun’im Idris, peluru pada kepala  korban 9 mm dan berasal dari senjata yang baik.
Keterangan ahli senjata Roy Harianto,  bukti yang ditunjukkan adalah Revolver 038 Spesial dan rusak salah satu  silendernya macet. Menembak dengan satu tangan dari kendaraan dan  sasaran bergerak terlalu sulit untuk amatir, yang bisa lakukan  penembakan seperti ini setelah latihan dengan 3000-4000 peluru.  Keterangan terdakwa penjual senjata Teguh Minarto dalam perkaranya di PN  Depok, senjata diperoleh di Aceh sesudah Tsunami dibawah Gardu PLN  terapung dekat Asrama Polri. Pertanyaan penyidik kepada Andreas  Balthazar alias Andreas ketika melakukan konfirmasi kebenaran senjata  dan peluru yang menjadi barang bukti di PN Depok adalah peluru 38 Spc.
Keempat, bukti SMS.  Tidak jelasnya kepentingan dan hubungan saksi Jeffrey Lumampouw dan Etza  Imelda Fitri dalam bersaksi mengenai SMS ancaman kepada almarhum  Nasrudin Zulkarnaen, yang katanya tertulis nama Antasari. Keterangan  kedua saksi ini adalah rekaan dan pendapat hasil pemikiran. Ada sebanyak  2005 SMS ke HP almarhum Nasrudin Zulkarnaen yang tidak jelas  pengirimnya, dan ada sebanyak 35 SMS ke HP Antasari Azhar yang tidak  jelas sumbernya. Ada 1 (satu) SMS yang dikirim dan diterima oleh HP  Antasari Azhar dan 5 (lima) SMS yang diterima dan dikirim ke HP Sigid  Haryo Wibisono. Ahli IT Dr Agung Harsoyo menduga pengiriman SMS ini  dilakukan melalui Web server. Ahli IT Dr Agung Harsoyo menyatakan tidak  ada SMS dari HP Antasari Azhar kepada almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Chip  HP almarhum Nasrudin Zulkarnaen, yang berisi SMS ancaman rusak, tidak  bisa dibuka.
Kelima, dalam Keputusan  di PN Tangerang dan di PN Jakarta Selatan, ada perbedaan kwalifikasi  para terpidana. Karena dalam pertimbangan PN Tangerang, Eduardus Noe  Ndopo Mbete alias Edo dan Hendrikus hanya sebagai penganjur, sedangkan  dalam pertimbangan PN Jakarta Selatan Antasari Azhar, Sigid Haryo  Wibisono dan Wiliardi Wizar, mereka adalah sebagai pelaku dan penganjur.
Keenam, dalam  pertimbangan Majelis Hakim perkara Antasari Azhar (hal 175), ada  pertimbangan yang tidak jelas asalnya atau saksi yang menerangkannya,  diduga dari pertimbangan perkara lain. Dalam pertimbangannya, Majelis  Hakim menyatakan: “Menimbang bahwa Hendrikus mengikuti korban dalam  waktu cukup lama, sampai akhirnya, sebagaimana keterangan saksi Parmin  dipersidangan…”.
Ketujuh, ada penyitaan  barang bukti dari kamar kerja Antasari Azhar di KPK yang tidak berkaitan  dengan perkara, dan penyitaan tersebut tidak dilakukan atau  dikonfirmasi kepada terdakwa Antasari Azhar. Bukti yang disita ini  dikembalikan kepada Chesna F Anwar.
Kedelapan, ada penjagaan  yang berlebihan oleh penyidik terhadap Rani Juliani sejak dimintai  keterangan sebagai saksi dalam penyidikan hingga memberi keterangan  sebagai saksi dipersidangan. Dalam mempertimbangkan keterangan Rani  Juliani, Hakim mengabaikan Pasal 185 ayat 6 huruf d yaitu cara hidup dan  kesusilaan saksi.
Kesembilan, adanya  pengakuan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo diperiksa dengan cara  dianiaya diluar lingkungan Polda Metro Jaya, sedangkan Rani Juliani  mengaku diperiksa di hotel, restoran dan apartment.
Kesepuluh, Hakim  mengizinkan pemeriksaan penyidik dipersidangan, yang serta merta  dilakukan sesudah Wiliardi Wizard mencabut pengakuan adanya keterlibatan  Antasari Azhar dalam perkara pembunuhan almarhum Nasrudin Zulkarnaen.
Adapun yang paling mudah untuk membuka  adanya rekayasa terhadap perkara Antasari Azhar adalah dengan menguak  pengirim SMS ancaman terhadap almarhum Nasrudin dan mencari pengirim SMS  serta penelpon ancaman dan cerita tidak benar terhadap keluarga  Antasari Azhar.
Misteri Dibalik Kasus Antasar Azhar
Bagaimana  sebenarnya sepak terjang Antasari Azhar saat menjadi Ketua KPK? Lepas  dari kekurangannya, Antasari sebenarnya sudah terlihat berani membabat  oknum-oknum pejabat yang koruptor. Ia pun saat menjadi Ketua KPK nekat  untuk memenjarakan Aulia Pohan (besan SBY). Antasari juga berani  menyeret para jaksa “nakal” seperti jaksa Urip Tri Gunawan yang disuap  Artalyta Suryani (Ayin). Untuk itulah, diduga ada konspirasi seperti  pergolakan “Cicak vs Buaya” dan juga rekayasa kriminalisasi pimpinan  KPK.Maka, tak heran apabila saat itu Antasari  Azhar dituntut hukuman mati sebagai shock teraphy bagi para pemberantas  korupsi KPK agar tidak menyeret para penguasa di negeri ini. Ingat! KPK dibentuk saat Megawati jadi Presiden.  Tuntutan JPU untuk Antasari dihukum mati diduga ada pesanan dari “bos”  atasan jaksa, dengan mengabaikan pendapat para pakar hukum. Keputusan  JPU yang menuntut hukuman mati terhadap Antasari sebagai salah satu  terdakwa kasus pembunuhan Narsuddin, merupakan tuntutan sepihak dan  dilematis serta berbau nuansa politis terkait skenario besar yang diduga  berujung kepada rekayasa pelemahan KPK. Maklum, KPK yang dianggap  sebagai institusi super body dapat membahayakan para pelaku korupsi  kelas kakap termasuk para penyelenggara negara yang terlibat dugaan  korupsi.
Diduga  ada dendam dari pihak penguasa terhadap Antasari yang sudah berani dan  “lancang” menangkap para pejabat, menyeret dan menghantam sana-sini  tanpa rasa takut demi penegakan hukum. Kasus besar pun diproses oleh  Antasari, sehingga para penguasa diduga kuat mempengaruhi proses hukum  yang sedang berjalan sekarang ini menyeret Antasari dengan tuntutan  hukuman mati.
Terkadang pengaruh penguasa di balik  layar sangat kuat dalam menekan proses keputusan hukum yang sebenarnya.  Akhirnya berujung kepada iming-iming jabatan yang lebih tinggi pun  sebagai bargaining politik dapat menjadi taruhan apabila hukuman mati  bagi Antasari dapat dijalankan. Apakah dalam sanubari aparat hukum di  negeri ini masih mengandalkan hati nurani? Pasalnya, tuntutan hukuman  mati bagi Antasari hanya didasari bukti yang sumir. Bahkan, pengacara  Antasari telah membeberkan 32 bukti bahwa kasus Antasari adalah  rekayasa.
Beberapa bukti penting yang dungkapkan  pengacara Antasari Azhar, Hotma Sitompul misalnya, antara lain saksi  dalam kasus pembunuhan Nasrudin diperiksa secara paralel, satu saksi  untuk banyak tersangka. Saksi-saksi tersebut juga diperiksa tanpa  didampingi penasehat hukum. Ada pula beberapa saksi yang ditemukan di  tempat penembakan Nasrudin di Tangerang, Banten, namun tidak pernah  diperiksa apalagi dihadirkan ke persidangan. Bahkan, penyidik  tidak mencantumkan BAP terdakwa Kombes Wiliardi Wizar tanggal 29 April  2009 lalu. Dalam BAP tersebut, Wili tidak menyebutkan keterkaitan  Antasari dalam pembunuhan Nasrudin. Penyidik malah mengiming-imingi Wili  hanya akan dikenai hukuman disiplin bila membuat pengakuan tentang  keterlibatan Antasari tersebut. Apakah itu bukan rekayasa?
Pengacara Antasari juga mengungkapkan,  saksi kunci Rhani Juliani (istri siri Nasrudin) cuma diperiksa satu kali  di Polda Metro Jaya. Selebihnya Rhani diperiksa di apartemen, Rumah  Makan di SCBD, serta hotel di Ancol. Namun, BAP Rhani selalu dikatakan  diperiksa di Mapolda Metro. Sedangkan Antasari diperiksa pertama kali  sebagai tersangka pada 4 Mei 2009, namun telah dibuatkan Bukti Acara  Pemeriksaan (BAP) tertanggal 26 April satu bulan sebelumnya. Selain itu,  penyidik tidak menyita baju milik korban. Bukankah itu kunci untuk  mengetahui apakah tembakan itu jarak jauh atau dekat?
Nampaknya, apa yang terjadi selama ini  dituduhkan kepada Antasari Azhar sebetulnya bukanlah kasus yang  sebenarnya, tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang  bertujuan mengkriminalisasi institusi KPK. Bisa jadi, dengan cara  terlebih dahulu mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai  dengan orang-orang yang sudah dipilih oleh “sang sutradara”, akibatnya,  meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.
Kabarnya,  sikap Ketua KPK Antasari yang dulu berani menahan besan SBY, sebetulnya  membuat SBY sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan  diri, karena dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya  mendekati Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati  oleh orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk  bahan kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas  korupsi. Konon, SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya,  Anisa Pohan, suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Saat  masih menjabat Ketua KPK, Antasari tidak hanya akan membongkar skandal  Bank Century, tetapi dia juga mengancam akan membongkar proyek IT di  KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan oleh perusahaannya Hartati  Murdaya (Bendahara DPP Partai Demokrat). Antasari sudah menjadi bola  liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga Kepolisian, Kejaksaan,  dan para konglomerat, serta para innercycle SBY. Antasari pun pernah  berpesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada dirinya, maka  penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan. Itulah sebabnya  saat itu KPK terus akan menyelidiki Bank Century, dengan terus melakukan  penyadapan-penyadapan. Satu catatan, diduga Anggoro dan Anggodo,  termasuk penyumbang Pemilu yang paling besar bagi kemenangan SBY. Jadi  mana mungkin Polisi atau Jaksa, bahkan Presiden SBY sekalipun berani  menangkap Anggoro dan menghukum berat Anggodo meski sudah ditahan?
Akhirnya, sang penegak hukum “sejati”  Antasari Azhar harus meratapi nasibnya. Tidak hanya diputarbalikkan niat  baiknya untuk bertekad membongkar korupsi menjadi si pembunuh Nasruddin  Zulkarnaen, tetapi diduga juga “difitnah” melakukan kencan atau  berselingkuh dengan Rhani Juliani. Sudah saatnya, penegakan hukum di  negeri kita ini harus benar-benar dijalankan dengan terbuka dan  transparan, tidak boleh ada yang ditutup-tutupi sehingga “bangkai busuk”  yang disembunyikan bisa ketahuan jelas. Juga bagi pihak yang merasa  sudah berbuat fitnah dan penyesatan hukum, diimbau hendaknya segera  sadar, berhenti dan tobat. Namun, kini jaksa Cirus Sinaga tidak terjangkau proses hukum secara serius. Ada apa ini?! 
Dokumen IT KPU yang Dulu Dipegang Antasari LENYAP
Kala terlibat kasus pembunuhan  Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen, mantan Ketua  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar tengah menangani kasus  dugaan korupsi pengadaan IT KPU. Kini Antasari tidak tahu di mana  dokumen itu. “Dulu saya sempat ngomong dengan Pak Antasari, beliau  bertanya ada di mana dokumen pengadaan IT suatu lembaga. Ada kehilangan  berkas itu, tidak tahu ke mana,” ujar kuasa hukum Antasari, Maqdir Ismail, dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (19/4/2011).
Apakah berkas tersebut termasuk yang  disita oleh penyidik? “Saya nggak tahu. Penyitaan dokumen dari kantor  Pak Antasari ini tidak dikonfirmasi ke Pak Antasari. Saat penyitaan kan  Pak Antasari sudah di dalam (tahanan),” kata Maqdir.
Berdasar putusan pengadilan, seharusnya  semua dokumen yang pernah diambil, dikembalikan ke KPK. Namun, dokumen  pribadi milik Antasari ternyata juga tidak dikembalikan kepada Antasari.  “Padahal ada dokumen yang menurut pengadilan dikirim oleh seseorang  untuk Antasari dan bertuliskan private dan confidential. Ini juga  dikembalikan ke KPK, padahal itu untuk Antasari. Kami sudah sampaikan  kejanggalan ini juga ke Komisi Yudisial (KY),” tutur Maqdir.
Menurut Maqdir, saat dilakukan penyitaan  berkas, tidak ada konfirmasi sama sekali kepada Antasari apakah dokumen  berhubungan dengan kasus yang menjerat Antasari atau tidak. “Yang saya  tahu ada juga berkas tentang kerjasama negara dengan swasta, yang buat  saya tidak penting amat. Ada laporan BLBI yang merupakan kerjaan lama  yang sudah selesai,” terang Maqdir.
Dia berpendapat, dokumen yang tidak  terkait perkara tetapi diambil untuk disita, maka hal itu melanggar  hukum. Namun pihak kuasa hukum masih belum tahu proses hukum apa yang  akan diambil terkait barang-barang yang disita.
Kasus Antasari kembali mencuat setelah  Komisi Yudisial pada 13 April menemukan indikasi pelanggaran  profesionalitas hakim yang menangani persidangan Antasari Azhar, setelah  mempelajari pengaduan pengacara Antasari. KY mensinyalir ada sejumlah  bukti-bukti penting yang justru tidak dihadirkan hakim. Bukti penting  yang diabaikan itu seperti bukti dan keterangan ahli terkait senjata dan  peluru yang digunakan dan pengiriman SMS dari HP Antasari.
Polri Sita 3 Dokumen Kasus KPK
Pihak mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar penyebutkan Polri telah menyita dokumen kasus KPK. Penyitaan tersebut saat Polri melakukan penyelidikan terkait kasus pembunuhan Dirut PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Pihak mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar penyebutkan Polri telah menyita dokumen kasus KPK. Penyitaan tersebut saat Polri melakukan penyelidikan terkait kasus pembunuhan Dirut PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
“Penyidik menyita tiga dokumen  dari ruangan Pak Antasari di KPK. Tiga dokumen yang disita tentang BLBI,  perjanjian swasta dengan BUMN, dan satu bundel pengaduan masyarakat, ya  termasuk soal IT,” tutur kuasa hukum Antasari, Maqdir Ismail saat dihubungi, Selasa (19/4/2011).
Antasari Azhar Bersumpah!..
Bismillahirrohmanirrohim
Demi Allah SWT Saya Bersumpah!
Hari ini tanggal 03 Januari 2011, Jaksa selaku eksekutor melaksanakan putusan Mahkamah Agung/ MA dengan cara menempatkan saya di Lembaga Pemasyarakatan. Tepatnya di Lembaga Pemasyarakatan yang mana?, sepenuhnya wewenang Jaksa.
Sebentar lagi, sebagai seorang  terpidana walau tidak besalah. Masih ada kesempatan saya melakukan upaya  hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) untuk meraih kebenaran  yang bermuara pada keadilan. Dapat dipastikan saya akan mengajukan  Peninjauan Kembali (PK). Mengingat upaya meraih keadilan akan terus saya  perjuangkan sekalipun dari balik terali besi, namun dibawah lindungan  Allah SWT.
Selama hampir 2 (dua) tahun saya  “DIAM” tidak berarti kami turut merencanakan kejahatan sebagaimana  didakwakan pada saya. Namun sebagai penegak hukum, saya menghormati  proses yang dilaksanakan dalam rangka menjaga kewajiban lembaga penegak  hukum. Sampai saat ini saya menilai sejak penyidikan, penuntutan sampai  dengan persidangan, hakim telah dihadapkan kepada Fakta/BAP yang telah  membelokan proses teknis yuridis. Sehingga putusan yang ada seperti saat  sekarang tidaklah berlebihan jika saya akan mengajukan Peninjauan  Kembali (PK) dengan suatu pengharapan peradilan yang jujur, profesional  dan berkeadilan masih ada di Bumi Pertiwi ini.
Adapun dugaan kejanggalan/pembelokkan fakta dimaksud antara lain:
-  
1. Pengiriman SMS mengancam tidak jelas, fakta sidang bukan terdakwa, barang bukti HP tidak pernah dibuka apalagi di Rollback untuk melihat siapa pengirim (IMEI) yang menggunakan nomor saya, atau SMS rekayasa.
 
-  
2. Baju korban tidak pernah dijadikan barang bukti(?)
 
-  
3. Senjata yang dijadikan barang bukti dengan Proyektil/ Peluru yang mengakibatkan korban meninggal, tidak cocok (Revolver 38, Proyektil diameter 99 mm) dan lain-lain kejanggalan.
 
Maka seharusnya dalam perkara ini  telah terjadi Error in Persona maupun Objekto, menghukum orang yang  tidak bersalah dan telah mengesampingkan Alat Bukti Ahli Balistik maupu  Forensik terutama Ahli IT yang disumpah.
Saya yakin kebenaran akan menampakkan wujudnya di Bumi Merah Putih. Insya Allah. Amin
Jeruji Besi Polda Metro Jaya, 03 Januari 2011
Hormat Saya
Antasari Azhar
Politik Balas Dendam
ADA  penilaian, apa yang dikembangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  (SBY) terhadap lawan-lawan politiknya sungguh sangat merusak demokrasi,  jauh dari etika dan moralitas. Sebagai orang yang saat ini berkuasa  atas jalannya roda pererintahan, termasuk insitusi hukum dan kejaksaan,  SBY dinilai telah melakukan berbagai rekayasa politik atas orang-orang  yang berbeda dengannya. Rekayasa tersebut digemborkan dengan berbagai  macam cara, entah isu korupsi atau isu perempuan.Aktivis Petisi 28 Haris Rusly menyatakan  bahwa apa yang dilakukan oleh SBY dalam penegakan hukum diduga hanyalah  sebuah rekayasa politik semata. Dalam kasus Antasari Azhar misalnya,  Haris 100% yakin bahwa sebetulnya Antasari tidak terlibat. Tetapi  nampaknya Antasari tidak berdaya dalam kekuatan politik dan modal yang  saat ini sedang berkuasa. Ia pun akhirnya masuk penjara. Lebih jauh  Haris menduga bahwa apa yang terjadi pada Antasari sebetulnya adalah  salah satu bentuk upaya pelemahan KPK demi mengamankan kepentingan  Istana. “Saya tidak yakin bahwa orang seperti Antasari bermain  perempuan sedemikian rupa sehingga sampai membunuh seorang Nasrudin.  Sepertinya ini hanyalah rekayasa politik semata,” ujar juru  bicara Petisi 28 yang juga mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik  (PRD) ini saat diskusi penegakan hukum era SBY di Doekoen Coffee,  Pancoran, Jakarta, Kamis (8/7/2010).
Lebih jauh ia menyatakan bahwa dalam  penegakan hukum SBY sepertinya tebang pilih. SBY diduga mengamankan  kawan-kawan dekat Istana yang diduga terlibat dalam soal korupsi,  sementara disisi lain menghajar lawan politik dengan isu korupsi dan  lain-lain. Apa yang dilakukan oleh dalam penegakan hukum dinilai tebang  pilih karena juga hanya berlaku pada orang-orang yang katakanlah sudah  tidak punya kekuasanan lagi. Penegakan hukum SBY hanya terjadi pada  orang-orang yang sudah berada di luar kekuasaan.
Hal tersebut dapat menimbulkan dugaan bahwa politik yang dikembangkan oleh SBY selama ini adalah politik balas dendam semata.  Ia menyingkirkan dengan cara-cara yang tidak etis orang-orang yang  tidak lagi berada dipusat kekuasaan dan merugikan kepentingannya. Hal  ini diduga akan terus berlanjut dalam politik Indonesia mendatang.  Ketika SBY tidak berkuasa lagi, bisa jadi politik balas dedam tersebut  akan menimpa dirinya. “SBY sepertinya saat ini merasa bahwa ia akan  berkuasa seumur hidup. Ia akan berkuasa seperti Soeharto. Sehingga ia  kini berbuat sewena-wena saat berkuasa. Jangan salah,” ujar aktivis  Petisi 28 ini.
Sementara itu, Ali Mukhtar Ngabalin  menilai apa yang terjadi di lingkungan Istana juga sebetulnya tidaklah  bersih. Lingkungan Istana banyak juga dipenuhi oleh hal-hal yang  merugikan Negara dan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Sebab itu,  bila SBY saat ini sewena-wena dengan memperlakukan lawan politiknya,  maka hal tersebut juga bisa jadi menimpa SBY ketika ia tidak lagi  berkuasa.
Rakyat Indonesia  secara keseluruhan membutuhkan sebuah sikap kepemimpinan SBY yang tidak  tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Penegakan hukum yang tidak  saja menimpa lawan-lawan yang lemah, tetapi juga kerabat Istana. Juga  bukan sebuah penegakan hukum yang bukan rekayasa. Bila itu yang kini  dikembangkan SBY, politik Indonesia ke depan akan dipenuhi oleh praktik politik balas dendam. Dan demokrasi di jurang kehancuran.
Menghabisi Nasrudin Zulkarnaen Adalah Tugas Negara ?
Williardi Wizar, perwira  polisi berpangkat Komisari Besar, dituduh berperan mengorganisir tim  eksekutor atau penembak. Ia mengatakan mengambil peran itu karena tugas  negara. “Karena ada surat perintah dari Kombes Chairul Anwar,” kata Williardi saat bersaksi atas terdakwa Edo di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin, 9 November 2009.
Chairul Anwar merupakan ketua tim  investigasi yang ditunjuk Kapolri Bambang Hendarso Danuri untuk  menindaklanjuti laporan Antasari Azhar. Laporan itu dibuat sebelum  pembunuhan terjadi. Isinya, aduan atas sejumlah teror yang menyatakan  Antasari telah melakukan tindak pelecehan seksual. Williardi menerima  surat perintah Chairul Anwar dari Sigid Haryo Wibisono. Ia kemudian  menghubungi kenalannya, Jerry Hermawan Lo. “Kami minta kepada Jerry  untuk dicarikan orang untuk menyelidiki seseorang,” kata Williardi.
Dalam kesaksiannya, Edo kembali  menegaskan bahwa semua ia lakukan demi tugas negara. Selain karena ada  surat tugas, ia semakin yakin itu tugas negara setelah mendengar Sigid  berkomunikasi dengan sekretaris pribadi Kapolri bernama Arif, melalui  telepon. “Saya juga sudah kroscek langsung. Arif bilang benar ada  telepon dari Sigid dan Arif bilang ke saya tolong dibantu,” ujarnya.
Empat orang lainnya yang diduga berperan  sebagai eksekutor pembunuhan kini telah ditetapkan sebagai pembunuh  adalah Daniel Daen, Fransiskus, Hendrikus dan Heri Santosa.
Juan Felix Tampubolon,  pengacara terdakwa kasus penembakan Direktur Putra Rajawali Banjaran,  Nasrudin Zulkarnain, mengatakan kliennya, Daniel Daen, adalah korban  dalam lingkaran kasus pembunuhan yang menyeret nama Antasari Azhar itu.  “Sebenarnya dia sempat tidak mau melaksanakan perintah penembakan, tapi  karena diancam dihabisi karena alasan sudah tahu rahasia negara, akhirnya  dia mau,” kata Juan Felix usai sidang dengan agenda mendengarkan  keterangan Daniel di Pengadilan Negeri Kota Tangerang, Senin 9 November  2009.
Argumentasi lain yang dikemukakan Juan  Felix untuk menguatkan posisi Daniel hanyalah korban konspirasi ialah  karena kliennya dibohongi. Yakni dikatakan bahwa dia akan menjalankan  tugas negara dengan membunuh Nasrudin. “Juga dikatakan bahwa Nasrudin ini orang yang berbahaya dan akan mengacaukan jalannya Pemilu,” kata Juan Felix.
Sementara itu, Williardi Wizard membantah  jika dirinya menugaskan dan memerintahkan para eksekutor untuk membunuh  Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PBR) Nasrudin Zulkarnaen. “Malam  ini juga saya siap disumpah mati kalau saya menugaskan itu, saya siap  disumpah mati karena ini demi keluarga saya. Tidak ada perintah dari  saya kepada mereka untuk menghabisi orang itu (Nasruddin),” kata Williardi di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (9/11).
Mantan Kapolres Jakarta Selatan ini  mengaku, kepada ketua majelis hakim, dalam perencanaan aksi pembunuhan  yang dikoordinator oleh Sigit Haryo Wibisono, ia terlibat karena itu merupakan tugas negara yang diinstruksikan petinggi kepolisian. Dia  mengungkapkan, sebelum pembunuhan itu terjadi, ketika itu ia bertemu  Sigit yang sedang melakukan sambungan telepon dengan Sekretaris Pribadi  Kapolri bernama Arif.
Williardi mendengar percakapan Sigit  dengan Arif, bahwa Kapolri telah menugaskan kepada mantan Kapolres  Jakarta Selatan Komisaris Besar Chairul Anwar sebagai ketua tim untuk  melakukan tugas negara itu dan mengantarkan amplop coklat itu kepada  Sigit. “Saya tidak tahu hubungan Sigit dengan petinggi Polri.  Saya disuruh untuk melakukan tugas itu karena instruksi atasan, jadi  saya lakukan saja setelah mendapatkan amplop coklat itu berisi gambar  orang yang harus disingkirkan,” ujar Williardi.
Dalam tim tugas negara itu dibentuklah  empat tim. Ia kemudian ditugaskan Sigit mencarikan beberapa orang diluar  kepolisian dan TNI untuk melakukan tugas negara. Kemudian Williardi  mendatangi Jerry Hermawan Lo untuk mencarikan eksekutor yang bisa  menghabisi Nasruddin. “Jerry akhirnya mendapatkan Edo dan beberapa temannya untuk melaksanakan tugas negara itu, kemudian saya bertemu Edo,” ungkap Williardi.
Terdakwa Jerry sekaligus saksi Eduardus  Ndopo Mbete alias Edo di ruang persidangan mengaku, ia hanya  mempertemukan Williardi dan Edo tidak ikut campur dalam urusan tugas  negara itu. Ia tidak mengetahui pasti tugas negara yang harus dilakukan  Edo dan empat eksekutor lainnya.
Kesaksian Williardi & Rekayasa Kasus Antasari
Beginilah Cara Merekayasa Kasus Antasari Azhar. Cepat atau Lambat Kejahatan Pasti Terungkap..
Kesaksian  Williardi Wizard sungguh berani dalam sidang kasus pembunuhan Direktur  PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Ia menyadari, sebagai  saksi mahkota, apa pun pernyataannya sangat memengaruhi nasib mantan  Ketua KPK Antasari Azhar yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang  tersebut.Hari Selasa (10/11) ini, ia memutuskan untuk mencabut semua pernyataannya di BAP karena itu semua dibuat atas dasar rekayasa penyidik polisi. “Saya  nyatakan semua BAP tidak berlaku. Yang (akan) kami pakai adalah BAP  tanggal 29 April 2009 dan 30 April 2009 dan yang (kami) katakan di  sini,” kata Williardi.
Ia memutuskan mencabut keterangannya di  BAP karena apa yang ia katakan telah dibuat oleh penyidik, dan ia  tinggal tanda tangan. Alasan lain, pihak penyidik tidak memenuhi  janjinya untuk tidak menahannya jika menurut pada penyidik.
Rekayasa itu bermula saat ia  dijemput pada satu hari dari rumahnya ke kantor polisi pukul 00.30. Pada  dini hari itu Williardi didatangi dan diperiksa Direktur Reserse  Kepolisian Daerah Metro Jaya, Wakil Direktur Reserse, dan tiga orang  kepala satuan.
Menurut Williardi, para  petinggi polri memintanya membuat BAP yang harus menjerat Antasari  sebagai pelaku utama pembunuhan Nasrudin. “Waktu itu dikondisikan  sasaran kita cuman Antasari. (Lalu BAP saya) disamakan dengan BAP Sigid  (Haryo Wibisono), dibacakan kepada saya,” ujar Williardi tanpa wajah takut.
Dalam kesaksian berikutnya, Williardi pun menyebut nama Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Adiatmoko. Menurut dia, Adiatmoko juga memintanya membuat BAP demi kepentingan menjebloskan Antasari.
BAP yang dibuat Williardi pada tanggal 29-30 April ditolak penyidik karena Antasari tidak tersangkut. “Udah bikin apa saja yang terbaik untuk menjerat Pak Antasari. Dijamin besok pulang. Kami dijamin oleh pimpinan Polri tidak akan ditahan. Paling sanksi indisipliner,” kata Williardi mengulang perkataan Adiatmoko.
Karena jaminan itu, lanjut Williardi, ia  bersedia menandatangani BAP yang sudah dibuat penyidik. Namun, yang  terjadi keesokan harinya dalam berita televisi, Williardi diplot polisi  sebagai salah satu pelaku pembunuhan Nasrudin. Ia pun protes kepada  Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad  Iriawan yang turut memeriksanya. “Janji mana? Tolong diklarifikasi. Kami tidak sejahat itu,” ujar Williardi.
Protes Willardi ini menuai reaksi dari  teman sejawatnya. Kembali ia dijemput Brigjen (Pol) Irawan Dahlan dan  langsung dibawa ke kantor Adiatmoko. Sambil minum kopi, ia ditanya  apakah kenal dengan Edo, Jerry Hermawan Lo, Antasari Azhar, dan Sigid  Haryo Wibisono. Ia juga ditanya apakah pernah menyerahkan uang Rp 500  juta kepada Edo dari Sigid.
Williardi mengiyakan semua pertanyaan,  tanpa tahu ia sedang disidik. Mendengar pengakuan Williardi, Adiatmoko  meminta bawahannya untuk langsung menahan Williardi. “Lho kok cuma  nyerahin uang ditahan?” ujar Williardi kepada Adiatmoko. Sejak saat itu  sampai sekarang Williardi mendekam dalam tahanan.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Herri  Swantoro di PN Jakarta Selatan, Williardi juga mengaku dicap sebagai  pengkhianat oleh teman-teman sejawatnya ketika ia protes kenapa ia  akhirnya jadi terlibat dalam kasus pembunuhan dan ditahan. Protes  kerasnya itu malah ditanggapi dingin oleh penyidik. “Itu perintah  pimpinan,” begitu jawaban yang dia dapat saat ia mengungkapkan kenapa ia  ditahan. Penasaran siapa yang dimaksud dengan pimpinan, Tim Kuasa Hukum  Antasari yang diketuai Juniver Girsang bertanya kepada Williardi siapa  yang dimaksud pimpinan. “Kalau bicara pimpinan, pimpinan kami ya Kapolri,” jawab Williardi lantang.
Lebih jauh, rekayasa itu juga terjadi  saat rekonstruksi. Dalam suatu pertemuan di kamar kerja Sigid,  seolah-olah penyidik membuat adegan Antasari memberikan amplop coklat  berisi foto Nasrudin kepada Williardi. Hal ini langsung dibantah oleh  Williardi. “Itu tidak benar. Kami menerima amplop itu langsung dari  saudara Sigid. Tanpa ada Pak Antasari,” tutur Williardi. Dari awal  memberikan kesaksian, Williardi tidak gentar membeberkan pernyataan yang  dianggapnya benar.
KUASA hukum mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, pengacara Maqdir Ismail mendesak agar jaksa Cirus Sinaga diperiksa dalam posisisnya sebagai mantan jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.
Menurut Maqdir, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy tidak perlu lagi menunggu konfirmasi dari pihak Antasari selaku terpidana. “Secepatnya Jamwas melakukan pemeriksaan kepada Cirus Sinaga. Tidak perlu minta konfirmasi dari kami,” kata Maqdir Ismail, Senin (24/1/2011).Desakan untuk memeriksa Cirus ini menyusul yang testimoni Gayus Tambunan, bahwa Polri tidak berani memeriksa Cirus dalam dugaan kasus mafia hukum karena takut dugaan rekayasa menyeret Antasari dalam pembunuhan Nasrudin bakal terbongkar. Hingga saat ini, kubu Antasari masih meyakini bahwa kasus pembunuhan Nasrudin direkayasa untuk melengserkan Antasari dari jabatannya sebagai Ketua KPK.Maqdir menuduh Cirus Sinaga menyembunyikan beberapa kejanggalan selama Antasari disidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Cirus Sinaga didesak diperiksa dalam posisinya sebagai mantan JPU kasus pembunuhan Nasrudin. Cirus tidak pernah menunjukkan barang bukti berupa baju korban selama di persidangan. Padahal , dengan baju tersebut banyak fakta yang bisa terungkap di antaranya jarak tembak. “Argumen apakah ditembak jarak jauh atau dekat ini bisa terungkap. Sedangkan mayat korban sebelum sampai di RS Tangerang juga sudah dimanipulasi,” ungkap Maqdir.Karena itu, lanjutnya, perlu ada tim independen yang dibentuk untuk mengungkap adanya dugaan rekayasa kasus pembunuhan Nasrudin. Ia juga sepakat bila Komnas HAM membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). “Saya kira ini soal waktu saja. Kebenaran akan terungkap dengan sendirinya, satu persatu akan terungkap,” papar pengacara Antasari ini.Cirus, Virus bagi Istana
Pelbagai kejanggalan yang menimbulkan polemik dan sorotan-sorotan masyarakat, terhadap rekayasa kasus Antasari oleh Cirus Sinaga memasuki babak krusial. Cirus Sinaga yang berubah-ubah status hukumnya, dari tersangka menjadi saksi, dan kesaktian yang lain, membiarkan masyarakat untuk menghubungkan kesaktian Cirus Sinaga dengan “pecahnya kongsi” konspirasi dan rekayasa terhadap Antasari Azhar.Nyanyian Cirus Bisa Seret Istana? adalah premis dari pelbagai indikasi situasi dilematis dan depresi yang tampak membuat lembaga Kepolisian dan Kejaksaan tampak tak berdaya menghadapi Cirus Sinaga atau Gayus Tambunan. Karena Gayus telah menjadi “whistle blower” tentang keterlibatan Cirus, dan bila benar Cirus telah bekerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan merekayasa Kasus Antasari, maka, Cirus Sinaga tidak ingin jatuh sendiri menjadi korban.Tentu Polisi dan jaksau tidak mau skenario yang dibuat bersama Cirus terungkap. Masalahnya bukan hanya pejabat tinggi Mabes Polri dan Kejaksaan Agung yang akan terkuak keterlibatannya, tetapi juga bisa menyeret-nyeret istana. Sebab, banyak orang percaya skenario untuk memenjarakan Antasari sebetulnya tidak lepas dari keinginan istana. Dan itu juga yang dikaitkan dengan pernyataan mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri yang diungkap Ketua Komisi III Benny K Harman, bahwa pengungkapan Gayus akan menimbulkan isntabilitas politik.Pada tahap awal, instabilitas politik itu akan mengguncang Mabes Polri dan Kejaksaan Agung, sebab sejumlah petinggi di kedua institusi itu pasti terseret masuk bui, jika Cirus Sinaga membuka pembagian dana dari simpanan Gayus. Dalam hal ini bisa disimak kembali keterangan Susno Duadji.Tahap berikutnya, jika Cirus Sinaga dan para pejabat Mabes Polri dan Kejaksaan Agung merasa dirinya dikorbankan, maka mereka bisa membeberkan skenario di balik prestasi pemenjaraan Antasari. Jika itu terjadi, guncangan politik besar tidak terhindarkan, karena hal ini menyangkut pembuktian hukum dan politik, soal benar tidaknya istana terlibat dalam pemenjaraan Antasari.Rencana ekseminasi Kasus Antasari oleh Komnas HAM karena pelbagai “novum” ini, dapat berakhir dengan sebuah sesi politik yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Benar tidaknya keterlibatan istana, ada di mulut Cirus Sinaga. Dan, seperti Gayus Tambunan, Cirus tidak ingin dianggap bodoh dan bersalah sendiri. Nyanyian Cirus mungkin akan menjadi “virus mematikan”, juga (teristimewa) bagi istana. Kalau begitu, benar kata BHD, yang diulangi Ketua Komisi III Benny Kabur Harman.Cirus Sinaga Pegang Kartu Truf 4 Kasus Besar
Konsorsium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, mengatakan jaksa Cirus Sinaga diperlakukan istimewa oleh Kejaksaan dan Kepolisian karena Cirus memegang kasus besar dan mengetahui aliran dana Gayus Tambunan ke Kepolisian. “Mengapa Cirus begitu kuat? Karena dia pegang empat kasus besar, yakni kasus Munir, kasus Muchdi PR, kasus Antasari, dan kasus Gayus Tambunan,” kata Neta di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (27/1).
Neta menyebutkan, meskipun Kejaksaan sudah berupaya menangani kasus Cirus, tapi masih tidak ada ujungnya karena Cirus mengetahui ada empat aliran dana Gayus Tambunan ke Kepolisian, yakni Rp700 juta, Rp1,5 miliar, Rp2 miliar, dan Rp3,5 miliar. “Cirus mengetahui ini, makanya dia istimewa, tidak dibawa ke pengadilan karena Cirus bisa ‘nyanyi’. Kami melihat pihak Kejaksaan sudah berusaha menangani kasus Gayus, tapi belum serius menyentuh Cirus padahal Cirus lah sumber persoalan Gayus,” kata Neta.Ia menyebutkan, sedikitnya ada lima perwira tinggi Kepolisian yang harus bertanggung jawab untuk kasus Gayus Tambunan.Terkait dengan kasus mantan Ketua KPK Antasari Azhar, Neta mengatakan, Cirus mengetahui kartu truf kasus ini. “Seperti penelusuran kami ada 7 kejanggalan kasus Antasari. Makanya jajaran Kepolisian begitu khawatir terhadap Cirus bila dibawa ke pengadilan,” ujarnya.
Williardi: Atasan Saya Ya Kapolri!
Di dalam persidangan, saksi  Williardi Wizard “bernyanyi” kalau rekannya di kepolisian merekayasa  penyidikan kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin  Zulkarnaen yang berujung pada penahanan mantan Ketua KPK Antasari  Azhar.
Nama petinggi Polri pun disebutnya. Pada  suatu hari, Williardi berkisah dalam sidang PN Jaksel, Selasa (10/11),  ia dijemput di rumahnya pukul 00.30 oleh Brigjen (Pol) Irawan Dahlan.  Kemudian di kantor polisi para penyidik meminta dia membuat berita acara  sesuai dengan kehendaknya. “Udah bikin apa saja yang terbaik untuk menjerat Pak Antasari. Dijamin besok pulang.  Kami dijamin oleh pimpinan Polri tidak akan ditahan, paling sangsi  indisipliner,” kata Williardi mengulang perkataan Wakil Kepala Badan  Reserse Kriminal Polri (waktu itu) Irjen Adiatmoko.
Karena jaminan itu, apalagi langsung dari  pimpinan Polri, lanjut Williardi, ia bersedia menandatangani BAP yang  sudah dibuat penyidik. Namun, yang terjadi keesokan harinya dalam berita  televisi Williardi diplot polisi sebagai salah satu pelaku pembunuhan  Nasrudin. “Janji mana? Tolong diklarifikasi. Kami tidak sejahat itu,”  kata Williardi dalam pesan singkat kepada Direktur Reserse Kriminal  Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iriawan.  Selanjutnya, penasihat hukum Antasari bertanya, “Siapa pimpinan Anda?”  “Pimpinan saya ya Kapolri,” kata Williardi.
Setelah protes tersebut, Williardi mengaku ia langsung ditahan. Ia tidak peduli dikatakan penghianat oleh sejawatnya. “Kami memberanikan diri, kami dibilang penghianat, tidak peduli,” kata Williardi dalam persidangan.
Williardi Minta Maaf pada Antasari
Setelah memberikan kesaksian, Williardi  Wizard membuat pernyataan minta maaf yang dilengkapi dengan tanda tangan  kepada terdakwa Antasari Azhar. Langkah mantan Kapolres Jaksel itu  dilakukan setelah ia mencabut BAP-nya yang memojokkan Antasari. BAP itu  diakui Williardi sebagai hasil arahan para penyidik.
“Tadi dia (Williardi) sempat  membuat tanda tangan. (Ia) merasa berdosa, khususnya kepada Pak  Antasari, karena apa yang ditandatangani (dalam BAP) tidak benar,”  kata Juniver Girsang, pengacara Antasari, seusai sidang di PN Jaksel,  Selasa (10/11). Dalam sidang ini Antasari duduk sebagai terdakwa.
Pada awal kesaksiannya, Williardi  mencabut lima BAP yang ditandatanganinya. Ia hanya mengakui BAP yang  dibuatnya pada tanggal 29 April 2009 dan 30 April 2009. Menurutnya,  inilah BAP yang benar. “Sayang, selain BAP ini ditolak oleh penyidik,  juga entah mengapa bagian tersebut tidak terlampir dalam BAP  keseluruhan. “Kalau BAP-nya seperti ini, Pak Antasari tidak akan terjerat,” ungkap Williardi mengulang pernyataan salah satu penyidik.
Kombes Wiliardi, Martir Yang Dikorbankan Institusi
Setengah tahun lamanya, Kombes Wiliardi Wizard memendam keinginan untuk bisa berkenalan, bertemu dan sekedar mengucapkan terimakasih atas sebuah tulisan yang dimuat di KATAKAMI bulan Mei 2009 yaitu tulisan yang berjudul, “SEPUCUK SURAT UNTUK KOMBES WILIARDI WIZARD”.
Willy – demikian Wiliardi Wizard biasa dipanggil – menghubungi semua pihak di kalangan terdekatnya untuk menanyakan apakah kenal dengan Pimpinan Redaksi Mega Simarmata ? Dan kalau kenal, apakah tahu nomor kontak telepon yang bisa dihubungi. Nova — Isteri Wiliardi Wizard – serta putri sulung mereka Tika, juga ikut mencari dimana dan bagaimana caranya untuk bisa berkenalan, bertemu dan berbicara dengan KATAKAMI.COM.Akhirnya keinginan mereka sekeluarga tercapai pada hari Jumat 13/11/2009. Pemimpin Redaksi KATAKAMI Mega Simarmata diajak oleh Nova Wiliardi untuk membesuk suami tercintanya didalam tahanan Rutan Bareskrim Mabes Polri. Dan inilah hasil pertemuan kami.Tepat jam 13.30 WIB, saya tiba di Gedung Bareskrim Polri. Petugas di pintu depan Bareskrim, sangat sopan dan profesional. Saya diminta untuk mengisi buku tamu, meninggalkan kartu identitas (KTP) dan menitipkan alat komunikasi saya yaitu HANDPHONE. Tadinya saya janjian untuk membesuk bersama-sama dengan Nova Wiliardi. Tetapi karena terhambat oleh kemacetan lalu lintas maka Nova Wiliardi agak belakangan tiba di Bareskrim.Saya yang masuk lebih dahulu ke dalam ruang tahanan Bareskrim Polri pada jam besuk. Petugas memanggil Wiliardi Wizard ke dalam sel tahanannya dan saya disuruh menunggu sebentar. Saat Wiliardi Wizard tiba di hadapan saya, mantan Kapolres Jakarta Selatan ini mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan dengan saya. “Pak Wiliardi, perkenalkan nama saya Mega Simarmata. Senang bertemu dengan Pak Wiliardi, bagaimana kabarnya “ sapa saya kepada Wiliardi.“Kabar baik Mbak Mega. Saya terharu sekali membaca tulisan Mbak Mega bulan Mei lalu. Berbulan-bulan saya ingin sekali bertemu dengan Mbak Mega. Saya tanya kemana-mana, begitu juga isteri dan anak saya, semua mencari tahu nomor kontak Mbak Mega. Saya tidak pernah berhenti mencari dimana Mbak Mega berada. Saya berdoa agar saya bisa dipertemukan dengan Mbak Mega. Tetapi baru sekarang keinginan saya untuk bisa bertemu itu kesampaian. Mbak, dari lubuk hati saya yang terdalam, atas nama saya pribadi … bahkan atas nama keluarga, kami semua mengucapkan terimakasih atas dukungan Mbak Mega lewat tulisan itu. Saya terharu sekali. Terimakasih Mbak, terimakasih” ungkap Wiliardi dengan wajah yang sangat serius“Terimakasih kembali Pak Willy, mungkin baru sekarang Tuhan membukakan jalan untuk kita bisa bertemu. Bagaimana kesehatan Pak Willy selama di tahanan ? Aman semua ?” tanya KATAKAMI. “Ya beginilah Mbak, semua ribut karena kesaksian yang terakhir dalam persidangan Pak Antasari kemarin. Saya juga tidak tahu, mengapa tiba-tiba saya dapat kekuatan dari Tuhan untuk berbicara jujur apa adanya. Itulah yang sesungguhnya terjadi Mbak. Saya diperintah untuk mengikuti dan menanda-tangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seperti yang sudah diatur oleh Polisi” lanjut Wiliardi.“Pak Willy, mengapa Bapak mau menanda-tangani kalau memang Bapak tidak membunuh Nasrudin Zulkarnaen dan samasekali memang tidak terlibat ?” tanya KATAKAMI.
“Mbak, saya ini bawahan, saya percaya pada atasan, pada pimpinan. Yang meyakinkan saya bahwa saya akan dijamin adalah perwira tinggi berbintang 2, masak saya berani membantah perintah atasan ?” ungkap Wiliardi selanjutnya.“Pak Willy, terlibatkah anda dalam pembunuhan itu ?” tanya KATAKAMI.“Demi Allah, saya bersumpah Mbak, saya tidak terlibat samasekali. Tuduhan keterlibatan itu hanya karena berdasarkan saya pernah berkomunikasi dengan Pak Antasari, Sigid, Jerry dan Edo”. Lho, kalau memang saya ada berkomunikasi dengan mereka maka Majelis Hakim harus mempertimbangkan untuk meminta agar semua rekaman pembicaraan saya dengan mereka-mereka tadi dibuka dalam persidangan” jawab Wiliardi.“Pak Willy, anda mengatakan bahwa anda dipengaruhi atasan untuk menanda-tangani BAP. Iya kan ? Nah, bagaimana kronologisnya ?” tanya KATAKAMI.“Jadi tanggal 30 April 2009 itu Mbak, pada pagi harinya saya didatangi oleh Wakabareskrim Polri Irjen Hadiatmoko. Saya ingat betul, itu terjadi jam 9 atau jam 10 pagi. Irjen Hadiatmoko bilang ke saya, nanti saya panggil Iwan (Kombes Mochamad Iriawan). Sudah ikuti saja BAP yang disusun Iwan. Sorenya Kombes Iwan datang menemui saya. Intinya, Kombes Iwan meminta saya untuk menanda-tangani saja BAP yang sudah disamakan dengan BAP Sigit. Dan puncaknya pada pukul 23 pada malam hari itu, lewat hp milik orang lain yang ada di tahanan saya … saya diminta bicara dengan Sigid. Sigid mengatakan … Mas, ikuti saja penyidik. Sasaran kita cuma ANTASARI kok. Kita dijamin oleh BHD, ikuti saja Mas. Saya pusing ini” demikian kata Wiliardi mengulangi omongan Sigid saat berbicara dengan Wiliardi Wizard.
“Oh begitu kelakuannya WAKABRESKRIM POLRI yang pada saat itu dijabat oleh Irjen Hadiatmoko. Apakah beliau lupa bahwa patut dapat diduga ada kasus hukum yang sangat memalukan saat beliau menjabat sebagai KAPOLDA RIAU yaitu kasus bandar judi togel ACIN ? Kan memalukan jika ada kasus hukum seperti itu. Lalu kok bisa-bisanya mengarahkan bawahan untuk menanda-tangani sebuah BAP yang sepenuhnya disusun oleh penyidik sendiri ? Bayangkan, hanya dalam satu hari itu saja yaitu tanggal 30 April 2009. ada 3 orang yang membujuk, mempengaruhi, mengarahkan dan menekan agar Pak Willy mau menanda-tangani BAP yang seluruh isinya 100 persen buatan POLISI ?” tanya KATAKAMI.“Iya betul Mbak, tanggal 30 April itu ada 3 orang secara berturut-turut meminta saya tanda-tangan BAP yang disusun POLISI. Saya kalut Mbak. Saya tidak menyangka akan dikhianati seperti ini. Saya dijanjikan akan dibebaskan kalau mau mengikuti perintah atasan untuk menanda-tangani BAP buatan POLISI. Saya tidak menyangka bahwa saya akan dikorbankan dengan cara yang sangat kejam seperti ini. Mengapa semua ini menimpa saya ? Saya tahu bahwa Sigid memang dekat dengan Kapolri sehingga itu yang membuat saya percaya kepada dia. Saya bahkan mendengar Sigid berbicara di telepon dan alat pengeras handphone itu sengaja dibuka oleh Sigid saat ia berbicara dengan Sekretaris Pribadi (Spri) Kapolri yaitu Kombes Arief. Mengapa ada permainan tingkat tinggi seperti ini yang sengaja mengorbankan diri saya sekeluarga ? Apa salah saya ? Saya tidak mengerti Mbak” ungkap Wiliardi dengan raut wajah yang sangat sedih dan terpukul.“Sabarlah Pak Willy, kebenaran itu ibarat air yang mengalir. Ia akan tetap mengalir walau dibendung. Tuhan tidak tidur. Perbanyaklah doa dan zikir. Kendalikan emosi dan diri dalam setiap persidangan agar jangan sampai emosi jadi tidak terkontrol. Apapun yang terucap dan dilakukan dalam persidangan, semuanya menjadi catatan hakim. Jadi katakanlah yang sesungguhnya. Buka saja. Jangan ada yang ditutupi” lanjut KATAKAMI. “Iya Mbak, pesannya akan saya ingat” jawab Wiliardi sambil menunduk sedih.“Pak Willy, sepanjang sejarah baru kali inilah ada INSTITUSI yang dengan sengaja menskenariokan dan menjerumuskan agar anak buahnya jadi MARTIR. Tidak mau tahu bahwa anak buah yang dikorbankan itu hancur kehidupan dan kariernya. Tindakan menjerumuskan dan mengorbankan anak buah yang tidak bersalah dengan skenario dan permainan tingkat tinggi seperti ini adalah perbuatan yang berperikemanusiaan. Jadi, gunakan dengan sebaik-baiknya semua kesempatan dalam persidangan. Berkata jujur sejujur-jujurnya kepada hakim. Pasrahkan diri kepada Tuhan” kata KATAKAMI. “Terimakasih Mbak Mega, hati dan pikiran saya terpukul sekali setelah dikorbankan seperti ini” kata Wiliardi.Kombes Wiliardi Wizard lulusan Akpol angkatan tahun 1984 ini memiliki 3 orang anak dari pernikahan dengan seorang wanita cantik keturunan Minang & Aceh. Nova, isteri Wiliardi berkenalan dengan sang suami saat Wiliardi bertugas di Nangroe Aceh Darussalam yaitu saat menjadi Kanit Serse tahun 1984. Dari pernikahan mereka, lahirlah 3 orang anak yaitu Lustika Yunita Wiliardi (22 tahun), M. Resdi Wiliardi (17 tahun) dan Nisya Oktiani Wiliardi (11 tahun). Nova terus memberikan dorongan dan semangat kepada Wiliardi dalam menjalani semua permasalahan dan proses hukum ini.“Mbak, saya ini pernah dipanggil ke ruangan Wakabreskrim Polri Irjen Hadiatmoko. Ketika itu saya datang bersama puteri sulung saya, Tika. Kami berdua menghadap Pak Wakabareskrim. Beliau bilang, sudahlah … sampaikan sama suami kamu, ikuti saja BAP yang disusun penyidik. Kami jamin suami kamu. Gampang kok … akui saja. Bilang begini … ya betul saya memang diminta untuk membunuh tetapi saya tidak mau dan saya suruh orang lain. Ya ampun … kalau suami saya disuruh oleh POLRI bicara begitu, kan sama saja menjerumuskan suami saya untuk kena pasal pembunuhan berencana. Suami tidak terlibat tetapi dipaksa oleh INSTITUSI untuk mengakui bahwa seolah-olah dia arsitek pembunuhan dan memang terlibat dalam kasus pembunuhan itu. Kasus ini bukan kasus main-main. Ancamannya hukuman mati. Kenapa suami saya dijerumuskan untuk mendapat ancaman seberat itu untuk perbuatan yang sama sekali tidak dilakukannya ? Demi institusi, maka suami saya yang sangat mencintai POLRI dipaksa untuk mengakui skenario INSTITUSI bahwa sebenarnya suami sayalah pembunuhnya ? Terlibat dalam sebuah kasus pembunuhan itu. Ya Allah … alangkah jahatnya POLRI kepada kami yang sangat tak berdaya ini” ungkap Nova Wilairdi sampai menitikkan airmata.“Mbak Nova, selain WAKABARESKRIM POLRI Irjen Hadiatmoko, siapa lagi didalam INSTITUSI POLRI ini yang mengarahkan agar WILIARDI WIZARD mau menjadi martir mengakui di hadapan persidangan bahwa dialah pembunuh Nasrudin Zulkarnaen ?” tanya KATAKAMI.“Selain WAKABARESKRIM POLRI, saya bertemu juga dengan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Mochamad Iriawan. Dia sahabat suami saya. Teman seangkatan suami saya. Tapi tega-teganya bilang begini … sudahlah, ikuti saja semua arahan penyidik. Keluarga memang akan terpukul, sedih. Tapi pasti kesedihan itu cuma seminggu, selebihnya akan merasa terbiasa. Kalau anak-anak merasa terpukul, hadapkan ke saya biar saya yang akan menjelaskan kepada anak-anak” jawab Nova Wiliardi.“Kok tega sekali berbicara seperti itu ? Keterlaluan. Lain kali Mbak, siapapun pimpinan di POLRI ini yang memanggil keluarga Pak Wiliardi untuk ditekan dan diarahkan seperti ini … rekam semuanya. Bawa perekam. Kalau dibiarkan terus menerus seperti ini, lama-lama POLRI ini akan jadi busuk karena ulah segelintir orang. Tidak tahu malu semuanya mengarang-ngarang dan menskenariokan BAP. Rakyat Indonesia harus tahu. Dan Keluarga Wiliardi, jangan mau lagi dikerjai. Mulai saat ini rekam semuanya. Dalam persidangan, alat bukti sangat menentukan sekali. Jangan lupa, siapapun yang berani-berani lancang mulutnya merayu dan mengarahkan agar seorang bawahan terjerumus ke dalam semua permasalahan hukum … dialah yang harus diseret ke muka hukum. Dan kalau kami tidak salah ingat, patut dapat diduga ada kasus hukum terkait bandar judi Doni Harianto yang melibatkan Kombes Mochamad Iriawan bulan Desember 2008 yaitu patut dapat diduga ada suap sebesar Rp. 700 juta dari bandar judi. Oknum Jaksa Sudono sudah langsung dipecat akibat ketahuan menerima uang suap ini. Tetapi KAPOLRI BHD justru mengamankan anak buah yang patut dapat diduga menerima suap. Perilaku apa itu ? Apakah patut dapat diduga KAPOLRI BHD dapat setoran juga sebab dia tidak menindak anak buahnya yang terlibat dalam kasus penyuapan ?” ungkap KATAKAMI.
Pertemuan saya dengan Kombes Wiliardi Wizard memang sangat mengejutkan dan mengharukan. Ia bagaikan pelanduk yang terjepit diantara gajah-gajah yang bertikai. INSTITUSI seakan tak mau tahu dan tak merasa tak perlu untuk membela kebenaran yang ada di pihak bawahan. Sungguh menyayat hati dimana patut dapat diduga seorang polisi terbaik diumpan, dikorbankan dan dijerumuskan secara keji oleh INSTITUSI-nya sendiri.Hidup seorang bawahan dihancurkan.Karier yang dibangun puluhan tahun oleh Wiliardi dihancurkan. Wiliardi dijanjikan untuk mendapat jaminan penuh keselamatan dari para oknum atasan agar bersedia menjadi orang yang “dituding” menjadi dalang atau arsitek pembunuhan. Wiliardi tak menyangka bahwa keputusannya untuk bersikap patuh dan tunduk pada atasan — terutama pada KAPOLRI — ternyata disalah-gunakan dan disesatkan.Lalu, apakah ada kepastian dan jaminan bahwa di kemudian tidak akan ada lagi POLISI-POLISI terbaik di Indonesia ini yang sengaja dikorbankan untuk INSTITUSI ? Wiliardi menangis meraung-raung dan sempat memutuskan untuk bunuh diri di awal bulan Mei lalu. Ketika itu, “keluguannya” untuk mempercayai dan mengikuti perintah atasan untuk menanda-tangani BAP abal-abal buatan PENYIDIK POLISI ternyata berujung kefatalan.Wiliardi tak bisa lagi lari dari jerat hukum dan pasal yang ditimpakan kepadanya sungguh berat yaitu pasal pembunuhan berencana dengan maksimal hukuman adalah HUKUMAN MATI !Apakah ada didunia ini, seorang atasan atau komandan atau panglima yang dengan sadar dan benar-benar sengaja menjerumuskan bawahannya untuk menanggung hukuman yang sangat mengerikan yaitu hukuman mati ?Iya kalau ia bersalah. Bagaimana kalau ternyata ia tidak bersalah dan tidak terlibat samasekali ? Patut dapat diduga Jenderal BHD sudah melampaui kewenangannya bila ternyata secara sadar dan sengaja memang mengorbankan anak buah. (MS)
“Tuhan Tidak Tidur, Kebenaran Mulai Terungkap”
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar  yang menjadi terdakwa dalam sidang pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali  Banjaran Nasrudin Zulkarnaen kaget dengan kesaksian Williardi Wizard.
Mantan Kapolres Jaksel itu mengaku  tuduhan pada Antasari adalah rekayasa penyidik kepolisian. “Memang  tingkat keimanan paling tinggi. Kesabaran, 6 bulan (dipenjara) tidak  masalah. (Saya) terkejut kok seperti itu saat memeriksa WW target  Antasari,” kata Antasari saat sidang di PN Jaksel ditunda, Selasa  (10/11). Diungkapkan bahwa selama ini ia tegar karena Tuhan tidak tidur.  “Begitu cara orang menzalimi saya. Kebenaran mulai terungkap, Allahu akbar,” tutur Antasari.
Juniver Girsang, pengacara Antasari,  menuturkan bahwa kesaksian Williardi masuk dalam sejarah persidangan.  Saat mendengar persidangan, dia sangat kaget. Pernyataan saksi WW itu  membuat seluruh penasihat hukum terkejut dan menilai bahwa ini merupakan  sejarah peradilan, di mana pernyataan saksi membuat pernyataan bahwa  ada skenario yang ditujukan kepada terdakwa Antasari.
Dua Jenderal Polisi Terlibat Kasus Antasari
Ternyata, dua jenderal bintang dua polisi ikut terseret kasus Antasari Azhar. Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Irawan Dahlan  dihadirkan dalam sidang Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Direktur  PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Para perwira tinggi Polri ini dijadikan  saksi dalam pesidangan akibat namanya telah disebut oleh terdakwa  pembunuhan Nasrudin, Kombes Pol Williardi Wizar.
Menurut Cirus, kesaksian Williardi yang  menyebutkan ada rekayasa kasus Antasari tidak bisa berdiri sendiri. JPU  siap membuktikan dakwaan Antasari terlibat pembunuhan Nasrudin benar  adanya. “Boleh-boleh saja mengatakan seperti tadi. Tapi fakta-fakta itu  harus berdasarkan bukti,” tutur JPU.
Sebelumnya, Williardi Wizar membuat  pengakuan mengejutkan dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar.  Williardi menyeret Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Iriawan Dahlan  yang menekannya dalam proses pemeriksaan. “Jam 10.00 WIB pagi  saya didatangi oleh Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko. Dia katakan  sudah kamu ngomong saja, kamu dijamin oleh pimpinan Polri tidak ditahan,  hanya dikenakan disiplin saja,” ungkap Wiliardi dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (10/11).
Kemudian, lanjut Wiliardi, pada pagi dini  harinya sekitar pukul 00.30 WIB, dia dibangunkan oleh penyidik  kepolisian. Di ruang pemeriksaan, ada istri dan adik iparnya, serta  Dirkrimum saat itu Kombes Pol M Iriawan. “Dirkrimun bilang ke istri  saya, kamu bilang saja ke suami  kamu, semuanya akan dibantu. Jam setengah satu saya diperiksa, dan  disuruh buat keterangan agar bisa menjerat Antasari. Jaminannya saya  bisa pulang. Ini saya ngomong benar, demi Allah,” bebernya.
Wiliardi bahkan meminta majelis hakim  untuk menelepon M Iriawan. “Saya juga mengirim SMS, menagih janjinya.  Katanya saya tidak akan ditahan dan saya juga meminta agar segera  diklarifikasi, kalau saya juga tidak sebejat seperti yang diberitakan  sebagai orang yang mencari eksekutor. Tapi hari itu juga saya mau  ditahan,” terangnya.
Dia mengaku, bila memang ada pertemuan di  rumah Sigit, antara dirinya dan Antasari, kemudian ada perintah untuk  membunuh, dia mengaku siap dihukum seberat-beratnya. “Jadi itu tidak  benar. Silakan cek di CCTV, amplop yang diterima saya, itu diberikan  Sigid bukan Antasari,” imbuhnya.
Williardi juga mengaku, pernah suatu  waktu dia dijemput oleh Brigjen Pol Iriawan Dahlan, saat itu dia diajak  minum kopi di ruangan Hadiatmoko. “Saya ditanya kenal Edo, Antasari,  Sigit dan apa pernah menyerahkan Rp 500 juta. Saya memang menyerahkan ke  orang untuk menyelidiki suatu kasus di Citos. Tapi saya tidak tahu  kemudian dipakai membunuh,” paparnya.
Kemudian, setelah itu Hadiatmoko  menahannya atas tuduhan pembunuhan. “Kok saya bingung cuma antar uang  ditahan? Sejak itu saya ditahan. Pak Hadiatmoko bilang ini perintah  pimpinan, dan saya diminta mengikuti saja penyidikan biar perkara cepat  P21. Bagaimanapun pimpinan saya Kapolri, sehinga saya tertarik. Saya,  keluarga, istri dan ortu diimingi kebebasan saya,” tutupnya.
Sementara itu Hadiatmoko saat  dikonfirmasi tidak mau memberikan komentar. “Enggak, enggak. Terima  kasih,” jelas Hadiatmoko melalui telepon.
Williardi Wizar mengaku, kasus  Antasari direkayasa pihak tertentu di Polri. Penahanan mantan Ketua KPK  Antasari Azhar dikondisikan oleh beberapa petinggi kepolisian. “Pukul  00.00 WIB saya diperiksa dengan didatangi oleh Direktur Reserse Polda  Metro Jaya yang katanya itu perintah atasan,” kata Wiliardi berapi-api.
Williardi menyatakan saat itulah  dikatakan bahwa Antasari adalah sasaran mereka. Wiliardi bersumpah bahwa  kejadian itu benar. “Di situ dikatakan — Demi Allah ini saya bersumpah — sasaran kita hanya Antasari. Demi Allah saya bersumpah, biar mati lampu ini, mati saya Pak,” ujarnya.
Williardi mengungkapkan semuanya ini  dalam kesaksiannya di sidang dengan terdakwa Antasari Azhar di  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera, Selasa (10/11).
Skenario Menjerat Antasari Azhar
PANGGUNG  pertunjukan selalu terbuka bagi Antasari Azhar. Dia dikecam sekaligus  disanjung. Ketika menapaki tangga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  dia dicibir dan diragukan. Tetapi tatkala mulai menangkap dan menggiring  banyak koruptor ke bui, dia dielukan dan menjadi idola. Tetapi masa  jaya Antasari tidak bertahan lama.Dia terjerembap dalam perkara pembunuhan  Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dia dituduh  menjadi aktor intelektual kasus pembunuhan itu. Posisinya sebagai Ketua  KPK dicopot. Dia dijebloskan ke sel dan ditahan di tahanan Polda Metro  Jaya.
Kasus Antasari tertelan semarak skandal  dugaan rekayasa kriminalisasi dua Wakil Ketua nonaktif KPK Bibit Samad  Rianto dan Chandra Hamzah. Polisi dituding telah merekayasa kasus  Bibit-Chandra. Bahkan polisi mendapat julukan baru sebagai penulis  skenario yang piawai.
Nama Antasari kembali melambung dalam  persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/11).  Juga nama polisi kembali tersandung sebagai pembuat rekayasa dan  pengarang skenario. Publik terkesima. Polisi kembali diposisikan sebagai  perekayasa kasus Antasari Azhar. Bukan sembarang orang yang membuka  adanya skenario penggiringan Antasari menjadi pesakitan. Bukan pula  sembarang sosok yang mengaku ada rekayasa membawa Antasari ke tahanan.
Pengakuan yang menggemparkan itu datang  dari seorang perwira polisi berpangkat komisaris besar. Dialah Wiliardi  Wizard, mantan Kapolres Jakarta Selatan. Dia membongkar skandal  rekayasa kasus Antasari di forum terhormat; pengadilan. Antasari terharu  dan menangis. Pengacara keheranan karena pengakuan itu datang dari  saksi yang diajukan jaksa. Dan jaksa? Jaksa pasti sesak napas.
Wiliardi seharusnya memperkuat tuduhan  jaksa bahwa Antasarilah aktor di balik kasus pembunuhan itu. Keterangan  saksi yang dipercaya adalah keterangan yang diberikan di depan  persidangan. Bukan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Hal itu jelas-jelas diatur dalam Kitab  Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pada Pasal 185 ayat (1) disebutkan,  keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di  sidang pengadilan. Jadi, hakim, jaksa, dan pengacara memegang keterangan  saksi yang diberi di depan persidangan. Saksi yang mencabut BAP di  depan persidangan tidak boleh dipandang sebagai pembohong. Tidak hanya  hakim yang bertugas mencari keadilan, tetapi juga jaksa dan pengacara  mengagungkan keadilan, bukan mencari kemenangan.
Kesaksian Wiliardi Wizard telah  meruntuhkan bangunan skenario menjerat Antasari sebagai aktor  intelektual kasus pembunuhan. Kesaksian Wiliardi mempertontonkan bahwa  sedang berkembang peradilan sesat di Tanah Air.
Kita mencoba percaya bahwa kegemaran  menyusun skenario dan membuat rekayasa sebuah perkara hanyalah ulah  oknum polisi yang mencari jalan pintas. Karena itu harus ditindak.  Tetapi jika pimpinan Polri mendiamkannya, tuduhan itu beralih menjadi  kehendak institusi. Kalau sekarang kita dihadapkan dengan panggung  saling bantah di antara mereka yang bertikai, pertanyaannya, siapa sesungguhnya yang berbohong?
Ahli Forensik Beberkan Bukti Kasus Antasari
Ahli  forensik RSCM dr Mun’im Idris mengungkap kejanggalan putusan kasasi  Mahkamah Agung (MA) terkait perkara Antasari Azhar. Kejanggalan ini bisa  dipakai sebagai bukti baru dalam peninjauan kembali (PK) Antasari  Azhar. Menurut Mun’im, keterangannya sebagai ahli yang diberikannya di  persidangan tidak digunakan oleh hakim agung MA dalam putusan kasasinya.  
“Saya  menulis dalam keterangan saya sebagai ahli forensik, jenis peluru yang  bersarang di Nasrudin (Nasrudin Zulkarnaen) adalah diameter 9 mm kaliber  O,38 tipe SNW tapi diminta dihapus oleh polisi,” kata Mun’im Idris dalam konfrensi pers di RSCM, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu lalu, 5/1/2010.
Keterangan otopsi tertulis ini disampaikan oleh Mun’im Idris dalam surat otopsi. Namun, pihak Kepolisian meminta keterangan tersebut dihapus.  “Yang saya tulis ya yang saya temukan. Yang meminta dihapus langsung  saya lupa yang datang ke sini. Lantas Wadir Serse Polda Metro Jaya  menelepon saya minta untuk dihapus. Lalu saya bilang ini kewenangan  saya,” tambah Mun’im.
Selain itu, dia juga menyatakan menerima  mayat Nasrudin tidak dalam utuh atau tersegel. Kondisi mayat seharusnya  masih berbalut baju ketika mayat meninggal. “Tapi saya sudah menerima tanpa label, tanpa baju dan kondisi luka kepala sudah terjahit. Seharusnya masih utuh apa adanya,” terang Mun’im.
Fakta ini dipersilakan Mun’im untuk menjadi bukti baru mengajukan PK Antasari. “Itu  penglihatan ahli hukum. Semua sudah saya utarakan di pengadilan. Kalau  dipengadilan yang punya kuasa itu hakim. Mau diterima atau tidak  (keterangan ahli) bukan urusan saya,” tutup Mun’im.
Sebelumnya, mantan ketua KPK Antasari  Azhar merasa masih ada kejanggalan dalam putusan yang diterimanya hingga  tingkat kasasi. Karena itu, dia akan mengajukan upaya hukum terakhir  yaitu Peninjauan Kembali (PK).
Antasari menjadi terpidana dalam kasus  pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Pria asal Palembang  tersebut kemudian divonis 18 tahun penjara di PN Jaksel. Hingga tingkat  kasasi, putusannya tetap. “Sebentar lagi saya akan menjadi terpidana.  Saya masih punya satu hak untuk meraih kebenaran yang berhubungan dengan  rasa keadilan, yaitu Peninjauan Kembali,” kata Antasari sebelum  meninggalkan Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta.
Tidak hanya itu, Antasari juga  mempertanyakan sejumlah barang bukti yang diajukan oleh jaksa. Masih  banyak bukti-bukti yang hingga kini belum terungkap. “Saya akan  terus berjuang di mana baju korban, yang sampai hari ini tidak dijadikan  barang bukti, saya akan terus meneliti apa akibat kematian korban.  Katanya proyektil 9 mm, 9 mm apakah masih bisa digunakan oleh revolver,  itu semua akan saya cari,” urainya.
Mayat Nasrudin
Ahli forensik Rumah Sakit Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Abdul Mun’im Idris mengaku pernah diminta pejabat Polda Metro Jaya untuk menghilangkan data mengenai luka Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Dalam pemeriksaan polisi, Mun’im menyatakan bahwa lebar luka di kepala Nasrudin disebabkan peluru berdiameter 9 milimeter (mm). Hal ini diungkapkannya dalam sidang pembunuhan Nasrudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 10 Desember 2009.  “Saat saya diperiksa dan akan meneken BAP (Berita Acara Pemeriksaan),  Wadir Serse Polda Metro mengatakan, kalau ini (data 9 mm) bisa  dihilangkan tidak?” kata Mun’im mengulang pernyataan  pejabat Polda itu di hadapan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Mun’im  tidak menjelaskan mengapa polisi ingin data itu hilang. Dia hanya  menolak. “Itu kewenangan saya sebagai dokter.”
Setelah itu, kata Mun’im pun menerima  telepon dari seseorang yang mengaku bernama Kamil. Dalam telepon itu,  Mun’im mengutip kata-kata Kamil terkait pencantuman diameter luka  Nasrudin,” Babeh terlalu berani kalau segini (9 mm).” Artinya ‘terlalu  berani’? “Saya tidak tahu, saya kan tidak bisa telepati,” jawab Mun’im.
Mun’im adalah dokter yang memeriksa jasad  Nasrudin. Saat memeriksa jasad Nasrudin, Mun’im mengaku menemukan dua  peluru di kepala Nasrudin, yakni di sebelah kanan dekat telinga dan di  batang tengkorak. “Meski peluru masih di dalam, tapi sudah dijahit (lukanya),” kata dia. Kondisi seperti ini, kata dia, akan menimbulkan kematian meski tidak langsung.
Mayat Nasrudin Sudah Dimanipulasi
Pengadilan Negeri Jakarta  Selatan menghadirkan ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo  (RSCM) sebagai saksi kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali  Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dalam kesaksiannya, Mun’im mengatakan  mayat Nasrudin sudah dimanipulasi saat ia terima untuk diperiksa. “Karena jasadnya sudah berpindah dari rumah sakit ke rumah sakit. Saya menerima kondisinya sudah dijahit,” kata  Mun’im dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar, Kamis 10 Desember  2009. Selain itu, kata dia, kepala Nasrudin pun sudah dicukur. “Akibatnya (manipulasi mayat) ini akan berkaitan dengan alibi tersangka nantinya,” kata dia.
Mun’im menjelaskan ada tiga pejabat  menelpon dirinya untuk permintaan otopsi Nasrudin. Mereka adalah  penyidik kasus pembunuhan Niko, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda  saat itu Komjen M Iriawan, dan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum)  Komjen Jusuf Manggabarani. “Mereka minta saya ke RS Gatot Subroto. Tapi  saya bilang, (jasad Nasrudin) bawa ke Cipto saja.”
Saat memeriksa jasad Nasrudin, Mun’im  mengaku masih menemukan dua peluru di kepala Nasrudin, yakni di sebelah  kanan dekat telinga dan di batang tengkorak. “Meski peluru masih di  dalam, tapi sudah dijahit (lukanya),” kata dia. Kedua peluru, jelasnya,  mengenai jaringan otak. “Sehingga menyebabkan kematian meski tidak  langsung.”  
Siapa Penembak Nasrudin?
Sidang  pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen memasuki babak baru. Ahli forensik RSCM  Dr. Mun’im Idris yang didengar keteranganya sebagai saksi mengungkapkan,  mayat Nasrudin yang divisumnya sudah tidak asli atau telah  “dimanipulasi” oleh dokter lain. Dari sifat luka, penembakan dilakukan  dari jarak jauh.“Mayat  sudah dimanipulasi, ini karena korban sebagian besar rambutnya sudah  dicukur, lukanya sudah dijahit dan posisi sudah telanjang saat akan saya  visum,” ujar Mun’im dalam persidangan pembunuhan  Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen dengan  terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera  Raya, Kamis.
Menurut Mun’im, peluru di bagian tubuh sudah penyok namun bisa dikenali tipenya. Sedangkan penembakan terjadi dalam jarak jauh.
Selain itu saat dirinya membuat berita  acara hasil pemeriksaan tersebut, petugas Puslabfor Mabes Polri pernah  menghubungi dan meminta ucapannya tentang manipulasi mayat dihilangkan  dan “babe” (sebutan dokter ini) dinilainya terlalu berani. Namun, karena  ini masih menjadi kewenangannya, dirinya tidak mau mengubahnya.
“Saya nggak mau mengubahnya dan  peluru yang digunakan untuk menembak korban diukur besarnya 9 mm,”  tegasnya sambil menyatakan korban ditembak bukan dari jarak dekat.
Mun’im mengakui dirinya tidak pernah  memeriksa korban di tempat kejadian perkara atau TKP. Menurut dia, kalau  korban ditembak jarak dekat sekitar 50 hingga 60 Cm, butir mesiunya  akan menempel di baju korban. “Saya saat memeriksa jasad korban tak melihat adanya butir-butir mesiu yang menempel di bajunya,” jelasnya.
Dilanjutkan oleh Mun’im, biasanya pihaknya yang menggunting baju mayat. “Jadi mayatnya sudah tidak asli, sudah ada tangan-tangan yang menangani sebelumnya,” jelasnya.
Akibat mayat korban sudah diutak-atik,  menurut ahli forensik ini, dirinya tidak bisa menentukan kapan  terjadinya kematian dan yang paling penting berkaitan dengan alibi  tersangkanya.
JAKSA YAKIN
Jaksa yakin bahwa proyektil yang  ditemukan di tubuh Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen merupakan peluru  yang ditembakkan dari pistol SNW kaliber 38 yang ditunjukkan sebagai  barang bukti. Mereka meyakini proyektil 9 mm yang ditemukan ahli  forensik merupakan pecahan peluru kaliber 38. “Revolver dengan peluru yang digunakan itu satu paket. Temuan 9 mm itu pecahan dari peluru kaliber 38,” ujar anggota JPU Sutikno usai persidangan Antasari di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Kamis.
Sutikno menjelaskan awalnya beberapa  jaksa peneliti juga menanyakan mengapa peluru kaliber 9 mm bisa  digunakan pada revolver 38. Tapi setelah dipelajari, mereka yakin bahwa  itu merupakan peluru serpihan. “Itu ternyata serpihannya,” lanjutnya.
Sutikno juga menjelaskan tidak ditemukan  residu atau mesiu di tubuh Nasrudin. Bukan karena penembakan jarak jauh,  melainkan karena sebelum bersarang di kepala Nasrudin, peluru tersebut  menembus kaca mobil. “Tidak bisa ditemukan, karena menembus kaca,”  ungkapnya.
Sebelumnya saksi ahli balistik A  Simanjuntak menyebutkan bahwa peluru yang digunakan menembak Nasrudin  tidak cocok dengan jenis pistol yang diperlihatkan JPU. Peluru tersebut  merupakan 9 mm, sedangkan pistol SNW berjenis revolver kalibernya 38.
Sebelumnya, dalam persidangan para  eksekutor Nasrudin, salah satu terdakwa Daniel pernah memberikan  keterangan bahwa ada tim lain yang mengawasi mereka saat melakukan  penembakan tersebut. Bahkan, para eksekutor lainnya membantah merekalah  yang menembak Nasrudin.
Seorang Ahli forensik RSCM [dr Mun'im Idris] tidak mungkin berbohong dalam mengungkap kejahatan. Beliau adalah seorang dokter yang profesional dan jujur. Dalam kesaksiannya mengatakan, ada pihak kepolisian yang ingin menghilangkan sebagian keterangan hasil otopsi, namun ditolak oleh beliau. Jika yang diutarakan oleh dr Mun’im Idris tidak benar, seharusnya pihak polri menuntut balik atas pernyataannya. Tapi nyatanya hingga saat ini tidak ada sanggahan dari pihak polri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterangan dr Mun’im adalah benar dan pihak polri telah dengan jelas berupaya merekayasa kasus Antasari Azhar.
Jimly Asshiddiqe: Antasari Korban Bobroknya Sistem Hukum
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  Jimly Asshiddiqie menilai kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan  Korupsi, Antasari Azhar, adalah gambaran bobroknya sistem hukum di  Indonesia. Hal itu diungkapkannya saat memberikan kata sambutan dalam  acara peluncuran buku berjudul “Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan  Keadilan” di Aula Universitas Al Azhar, Jakarta, Kamis (15/9/2011).
“Mari kita jadikan kasus Antasari ini  sebagai potret carut marut dan bobroknya sistem penegakan hukum dan  peradilan di negara kita. Dia merupakan korban dari suatu proses  peradilan yang saya namakan peradilan sesat,” ujar Jimly yang juga  pernah menjabat sebagai Anggota Watimpers ini.
Menurut Jimly, ada grand design yang  salah dalam penanganan kasus Antasari. Salah satunya adalah ditolaknya  rekomendasi Komisi Yudisial terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim  dalam persidangan Antasari oleh Mahkamah Agung. Menurut dia, seharusnya  sesama lembaga negara saling menghormati keputusan satu sama lain.
Dalam kesempatan yang sama, Jimly  Assidhiqie mengatakan, bahwa kasus yang melilit mantan Ketua Komisi  Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar adalah potret carut marutnya  penegakan hukum di Indonesia. Betapa tidak, kata Jimly, apa yang menjadi  pelaku sebenarnya tidak terungkap secara riil berdasarkan fakta hukum  tetapi korban yang dijadikan sebagai pelaku kejahatan. Artinya negara  masih tunduk pada politik bukan hukum. “Makanya, kalau saya jadi hakim tentulah Pak Antasari Azhar akan saya bebaskan,”  ucap Jimly dalam peluncuran buku ‘Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum  dan Keadilan’ di auditorium Universitas Al Azhar, Kebayoran Baru,  Jakarta, Kamis (15/9/2011).
Ia menilai bahwa kasus pembunuhan  terhadap eks Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen  yang menyeret nama Antasari Azhar hingga saat ini masih menimbulkan  tanda tanya. Sejumlah fakta tak diungkap hakim di pengadilan sehingga  muncul kesan kasus ini direkayasa. Itu yang membuat Jimly Ashsiddiqie  menyebut kasus Antasari sebagai potret carut marutnya penegakan hukum di  Indonesia. Padahal, dari rekomendasi Komisi Yudisial (KY) haruslah  dilaksanakan. Namun, publik dikecewakan karena rekomendasi tersebut  ditolak Mahkamah Agung (MA).
Dok/KbrNet/SLM/MI


Biografi Singkat Dr. Ir. Agung Harsoyo M.Sc, M.Eng
Setengah  tahun lamanya, Kombes Wiliardi Wizard memendam keinginan untuk bisa  berkenalan, bertemu dan sekedar mengucapkan terimakasih atas sebuah  tulisan yang dimuat di KATAKAMI bulan Mei 2009 yaitu tulisan yang berjudul, “SEPUCUK SURAT UNTUK KOMBES WILIARDI WIZARD”.
“Jadi  tanggal 30 April 2009 itu Mbak, pada pagi harinya saya didatangi oleh  Wakabareskrim Polri Irjen Hadiatmoko. Saya ingat betul, itu terjadi jam 9  atau jam 10 pagi. Irjen Hadiatmoko bilang ke saya, nanti saya panggil  Iwan (Kombes Mochamad Iriawan). Sudah ikuti saja BAP yang disusun Iwan.  Sorenya Kombes Iwan datang menemui saya. Intinya, Kombes Iwan meminta  saya untuk menanda-tangani saja BAP yang sudah disamakan dengan BAP  Sigit. Dan puncaknya pada pukul 23 pada malam hari itu, lewat hp milik  orang lain yang ada di tahanan saya … saya diminta bicara dengan Sigid.  Sigid mengatakan … Mas, ikuti saja penyidik. Sasaran kita cuma ANTASARI  kok. Kita dijamin oleh BHD, ikuti saja Mas. Saya pusing ini” demikian kata Wiliardi mengulangi omongan Sigid saat berbicara dengan Wiliardi Wizard.
“Kok  tega sekali berbicara seperti itu ? Keterlaluan. Lain kali Mbak,  siapapun pimpinan di POLRI ini yang memanggil keluarga Pak Wiliardi  untuk ditekan dan diarahkan seperti ini … rekam semuanya. Bawa perekam.  Kalau dibiarkan terus menerus seperti ini, lama-lama POLRI ini akan jadi busuk karena ulah segelintir orang.  Tidak tahu malu semuanya mengarang-ngarang dan menskenariokan BAP.  Rakyat Indonesia harus tahu. Dan Keluarga Wiliardi, jangan mau lagi  dikerjai. Mulai saat ini rekam semuanya. Dalam persidangan, alat bukti  sangat menentukan sekali. Jangan lupa, siapapun yang berani-berani  lancang mulutnya merayu dan mengarahkan agar seorang bawahan terjerumus  ke dalam semua permasalahan hukum … dialah yang harus diseret ke muka  hukum. Dan kalau kami tidak salah ingat, patut dapat diduga ada  kasus hukum terkait bandar judi Doni Harianto yang melibatkan Kombes  Mochamad Iriawan bulan Desember 2008 yaitu patut dapat diduga ada suap  sebesar Rp. 700 juta dari bandar judi. Oknum Jaksa Sudono sudah langsung dipecat akibat ketahuan menerima uang suap ini. Tetapi KAPOLRI BHD justru mengamankan anak buah yang patut dapat diduga menerima suap.  Perilaku apa itu ? Apakah patut dapat diduga KAPOLRI BHD dapat setoran  juga sebab dia tidak menindak anak buahnya yang terlibat dalam kasus  penyuapan ?” ungkap KATAKAMI.





