Krens Lotim, penomena pluralitas dan kondisi etnosentrisme kian hari kian membingungkan, belum hilang dari ingatan kita beberapa kerusuhan yang ditimbulkan oleh pluralisme di indonesia kini etnosentrisme kembali mencuat dalam bentuk yang lebih elegan dengan munculnya beberapa issu visitisme yang memunculkan beberapa kearipan tersendiri bagi warga negara.
Searah dengan hal tersebut menjadi sebuah harapan yang terpendam sekiranya program visitisme di NTB (Visit Lombok Sumbawa) menawarkan beberapa gagasan plural dalam khazanah kebudayaan sasak salah satunya adalah Kaya' (kumpulan pantun berbentuk sajak). penting terlebih dahulu kiranya kita melakukan eksplorasi terlebih dahulu tentang kaya.
Kaya sebenarnya berasal dari bahasa daerah Sasak yaitu Kaye (ejaaan "e" dibaca sama dengan kata "ke" pada kata keraton) memiliki makna ungkapan perasaan sedih terhadap orang lain kedua dan ketiga baik jamak maupun tunggal. berawal dari pengusiran raja Pejanggik dari Selaparang melakukan napak tilas pengungsian sepanjang jalur Labuan Haji kebarat sampai ke Sakra.
Gambar pengiringRaja Sasak |
kemudian dari tempat itulah (Sakra) para pengiring raja melakukan bekaya' (Melagukan kaya) sepanjang perjalanannya sampai di Lombok Tengah kala itu. selanjutnya tembang-tembang kaya' tersebut dilagukan sesuai dengan kondisi pengiring raja pada waktu itu dengan tujuan memberikan keteguhan hati dengan mencela diri secara berlebihan terhadap kenikmatan kenikmatan dunia yang menggiurkan.
Selanjutnya kaya' berkembang sesuai dengan tuntutan Zaman yang tergertus budaya globalisasi mengalami transisi kearah yang tidak diharapkan lagi sebagaimana yang diungkapkan salah seorang tokoh adat desa Sakra Barat menyebut bahwa" kaya' ini sesungguhnya mengandung nilai-nilai Isoterisme (Kesufian Menurut ajaran Islam) salah satu contoh kayak yang lazim ditembangkan masyarakat sasak adalah
Bau paok lek sambelie
Lingko' baru lainte bait aik
Munku taok mne kesie
Kadi laek ku jari aik
arti dua bait terkhir adalah
Andai saja aku mengetahui begini sakitnya hidup
Mungkin lebih baik dari dulu aku tetap menjadi sperma dan ovum
dari contoh diatas menurut Kerdi "bait bait pantun diatas awal mulanya dibuat bentuk menuturkan bagaimana pahitnya meninggalkan kenikmatan dunia bagi para pengiring raja yang rela meninggalkan kerajaan demi sebuah cita-cita untuk kemajuan kerajaan" tutur kerdi di kediamannya beberapa waktu lalu 18/11/12.
ditambahkannya pengalaman masyarakat terutama generasi muda sasak yang belum memahami betul makna dan sejarah kaya' tersebut kemudian dikonotasikan menjadi sebuah tembang percintaan yang melahirkan budaya hedonisme ditengah-tengah masyarakat sasak. Beranjak dari hal itulah masyarakat sasak seharusnya lebih serius melakukan garapan terhadap budaya kaya' ini jangan sampai di ekploitis oleh beberapa oknum yang mengatasnamakan budaya kemudian dimanfaatkan sebagai komoditi musik semata tanpa harus mempertimbangkan nilai-nilai moralnya, harapnya.
sebagai harapan terakhir semoga kita bisa secara bersama - sama bahu membahu guna mewujudkan budaya sasak yang lebih eksotik dan kaya dengan nilai-nilai luhur. (Abu Iqbal)